Minggu, 06 Mei 2018

BAB V Manusia Sebagai Hamba Allah dan Khalifah di Bumi

 BAB V
MANUSIA SEBAGAI HAMBA ALLAH DAN KHALIFAH DI BUMI

A. 1). QS. al-Mu’minyn [23] ayat 12-14
a. Terjemah ayat
12. Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari saripati (berasal) dari tanah.
13. Kemudian Kami menjadikannya air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).
14. Kemudian, air mani itu Kami jadikan sesuatu yang melekat, lalu sesuatu yang melekat itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian, Kami menjadikannya makhluk yang (berbentuk) lain. Mahasuci Allah, Pencipta yang paling baik. (QS. al-Mu’minyn [23] : 12-14.
b.  Penjelasan Ayat                                                                       
QS. al-Mu’minyn ini menerangkan tentang proses penciptaan manusia yang sangat unik. Proses penciptaan manusia diuraikan mulai unsur pertamanya, proses perkembangan dan pertumbuhannya di dalam rahim, sehingga menjadi makhluk yang sempurna dan siap lahir menjadi seorang anak manusia.
Pada ayat 12, Allah SWT. menjelaskan bahwa manusia diciptakan dari sari pati yang berasal dari tanah (سُلاَلَةٍ مِنْ طِيْنٍ). Selanjutnya, pada ayat 13, dengan kekuasaan-Nya saripati yang berasal dari tanah itu dijadikan-Nya menjadi nuhfah (air mani). Dalam istilah biologi, air mani seorang laki-laki disebut sel sperma dan air mani wanita disebut sel telur (ovum). Ketika keduanya bertemu dalam proses konsepsi atau pembuahan, maka kemudian tersimpan dalam tempat yang kokoh yaitu rahim seorang wanita.
Selanjutnya, pada ayat 14 dijelaskan ketika berada di dalam rahim seorang wanita tersebut, selama kurun waktu tertentu (40 hari) nuhfah tersebut berkembang menjadi ’alaqah (segumpal darah), kemudian dalam kurun waktu tertentu pula (40 hari) ’alaqah berubah menjadi muigah (segumpal daging), lalu selama kurun waktu tertentu (40 hari) berubah menjadi tulang-belulang yang terbungkus daging, dan akhirnya tumbuh dan berkembang menjadi anak manusia, sebagaimana disebutkan dalam ayat tersebut (”kemudian Kami menjadikan dia makhluk yang berbentuk lain”).
Dalam teori biologi, dijelaskan bahwa manusia berasal dari pertemuan antara sperma seorang laki-laki dengan sel telur (ovum) seorang wanita yang berlangsung di dalam saluran oviduc pada saat ovulasi pada tubuh seorang wanita yang kemudian disebut dengan pembuahan. Kemudian  akan dihasilkan zygot yang bergerak ke dalam rahim lalu menempel pada dinding rahim. Di dalam rahim, zygot akan berkembang menjadi embrio kemudian menjadi janin. Dalam perkembangan berikutnya, janin siap lahir setelah melalui masa tertentu. Selama di dalam rahim sampai lahir, asupan makanan diperoleh melalui saluran yang menempel pada dinding rahim yang disebut plasenta. Gambaran yang demikian telah dijelaskan dalam ayat-ayat tersebut.
Sebagai penguatan terhadap penjelasan tersebut, Rasulullah Saw. Dalam sebuah hadis beliau menjelaskan :
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَكَّلَ بِالرَّحِمِ مَلَكًا يَقُولُ يَا رَبِّ نُطْفَةٌ يَا رَبِّ عَلَقَةٌ يَا رَبِّ مُضْغَةٌ فَإِذَا أَرَادَ أَنْ يَقْضِيَ خَلْقَهُ قَالَ أَذَكَرٌ أَمْ أُنْثَى شَقِيٌّ أَمْ سَعِيدٌ فَمَا الرِّزْقُ وَالْأَجَلُ فَيُكْتَبُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ (رواه البخاري)             
Dari Anas bin Malik dari Nabi Saw, beliau bersabda: "Sesungguhnya Allah Ta'ala menugaskan satu Malaikat dalam rahim seseorang. Malaikat itu berkata, 'Ya Rabb, (sekarang baru) sperma. Ya Rabb, segumpal darah!, Ya Rabb, segumpal daging! ' Maka apabila Allah berkehendak menetapkan ciptaan-Nya, Malaikat itu bertanya, 'Apakah laki-laki atau wanita, celaka atau bahagia, bagaimana dengan rizki dan ajalnya? ' Maka ditetapkanlah ketentuan takdirnya selagi berada dalam perut ibunya." (HR. Bukhari).
       Yang menjadi sangat menakjubkan adalah bahwa ketika Al-Qur’an diturunkan, pemahaman manusia terhadap proses kejadian manusia masih belum sampai pada penggambaran yang sangat detail seperti yang digambarkan ayat-ayat tersebut. Namun, Al-Qur’an menggambarkannya dengan sedemikian detail dan gamblang. Bahkan Rasulullah Saw. yang dikenal sebagai seorang Nabi yang ummi, justru bisa menjelaskan dalam hadis di atas. Dan dalam era perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, semua yang digambarkan dalam ayat Al-Qur’an dan kemudian dijelaskan lebih detail lagi oleh Nabi Muhammad Saw. ternyata semuanya terbukti benar. Ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an adalah benar-benar wahyu Allah Swt. Apa yang dikandung di dalamnya adalah kebenaran hakiki dan bersifat mutlak (absolut).
2). QS al-Nahl [16]:78
a. Terjemah ayat
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, agar kamu bersyukur.( QS. An-Nahl [16]: 78)
b.  Penjelasan Ayat
Ayat 78 surah an-Nahl ini masih erat kaitannya dengan surah al-Mu’minun ayat 12-14 sebagaimana dijelaskan di atas. Pada ayat ini, Allah Swt. menegaskan bahwa ketika seorang anak manusia dilahirkan ke dunia, dia tidak tahu apa-apa. Dengan kekuasaan dan kasih sayang-Nya, Allah Swt. membekalinya dengan atribut pelengkap yang nantinya dapat berfungsi untuk mengetahui segala sesuatu yang sebelumnya tidak pernah diketahui. Atribut-atribut tersebut ialah berupa tiga unsur penting dalam proses pembelajaran bagi manusia, yakni: pendengaran, penglihatan dan hati/akal pikiran.
Yang menarik untuk ditelaah, bahwa ternyata pendengaran adalah unsur penting yang pertama kali digunakan bagi orang yang belajar guna memahami segala sesuatu. Menurut sebuah teori penemuan modern, bayi yang masih dalam kandungan bisa menangkap pesan yang disampaikan dari luar dan ia sangat peka. Maka ada ahli yang menyarankan agar anak nantinya berkembang dengan kecerdasan tinggi dan kehalusan budi, hendaknya selama di dalam kandungan ia sering diperdengarkan musik klasik dan irama-irama yang lembut. Atau kalau dalam konteks Islam, hendaknya bayi dalam kandungan sering diperdengarkan ayat-ayat suci Al-Qur’an, kalimah-kalimah thayyibah. Karena diyakini bahwa sang bayi dapat menangkap pesan menlalui pendengaran itu.
Dalam proses memahami dan mempelajari segala sesuatu, manusia menangkapnya dengan pendengaran, diperkuat dengan penglihatan dan akhirnya disimpan dalam hati sebagai ilmu pengetahuan.
Akhirnya setelah manusia menyadari bahwa dahulu ketika lahir tidak satupun yang bisa diketahui, kemudian atas kemurahan Allah Swt. yang telah memberikan pendengaran, penglihatan dan hati/akal pikiran, manusia bisa mengetahui segala sesuatu dalam hidupnya. Puncaknya, kesadaran tersebut sudah seharusnya mendorong rasa bersyukur yang teramat besar kepada yang telah berkuasa memberikan itu semua. Oleh karena itu, pada akhir ayat, Allah Swt. menegaskan bahwa itu semua diberikan kepada manusia agar manusia mau bersyukur kepada-Nya. Rasa syukur itu kemudian harus diwujudkan dengan pengakuan, ketundukan, ketaatan, kepatuhan yang diekspresikan dalam bentuk keimanan dan direalisasikan dalam bentuk beribadah kepada-Nya. Dia-lah Allah Swt. jat yang Maha Pencipta, jat yang Maha Pemurah, jat yang Maha Kuasa, jat yang Maha Besar dan jat yang berhak disembah oleh sekalian makhluk.
3). QS al-Baqarah [2]: 30 -32
a. Terjemah ayat
30.  Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, Aku hendak menjadikan khalifah  di bumi.” Mereka berkata, Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
31.  Dan Dia ajarkan kepada Adam nama-nama (benda) semuanya, kemudian Dia perlihatkan kepada para malaikat, seraya berfirman, Sebutkan kepada-Ku nama semua (benda) ini, jika kamu yang benar!”
32.  Mereka menjawab, Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami  ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mengetahui, Mahabijaksana.” (QS. Al-Baqarah [2]: 30-32)
b.  Penjelasan Ayat
Dalam ayat 30 surah al-Baqarah ini, disampaikan informasi bahwa sebelum Allah Swt. menciptakan manusia pertama yakni Adam as. hal tersebut sudah disampaikan kepada para malaikat. Diilustrasikan dalam ayat tersebut, terjadi dialog antara Allah Swt. dengan malaikat. Allah Swt. menyampaikan kepada para malaikat bahwa Allah Swt. hendak menjadikan khalifah di muka bumi yaitu manusia. Apakah yang dimaksud khalifah itu? Khalifah berarti pengganti, yang menggantikan atau yang datang sesudah siapa yang datang. Ulama’ ada yang mengartikan bahwa khalifah ialah yang menggantikan Allah Swt. dalam menegakkan hukum-hukum-Nya di muka bumi. Allah Swt. menunjuk manusia sebagai khalifah merupakan penghormatan kepadanya karena kelebihannya dibandingkan makhluk selain manusia, tidak terkecuali malaikat. Dengan menunjuk manusia sebagai khalifah, Allah Swt. juga bermaksud mengujinya sejauh mana manusia bisa melaksanakan amanah sebagai khalifah Allah Swt. di muka bumi. 
Ketika Allah Swt. menyampaikan rencana tersebut, malaikat menyampaikan ”Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?”  Bila dikaji dengan baik, pernyataan malaikat tersebut bukan pertanda keberatan atas rencana Allah Swt. tersebut. Perlu diingat bahwa malaikat adalah makhluk yang sangat taat dan patuh terhadap Allah Swt., tidak mungkin malaikat menentang dan mendurhakai-Nya, termasuk terhadap rencana menjadikan khalifah di muka bumi ini. Namun demikian, pertanyaan malaikat tersebut dapat diasumsikan beberapa hal. Pertama, bisa jadi hal itu berdasarkan pengalaman mereka sebelum terciptanya manusia dimana ada makhluk yang berlaku merusak dan menumpahkan darah. Kedua, atau bisa juga malaikat menduga bahwa karena yang akan ditugaskan menjadi khalifah bukan malaikat, maka tentunya makhluk ini berbeda dengan mereka yang senantiasa bertasbih dan memuji Allah Swt. Ketiga, bisa juga karena dari penamaan Allah Swt. terhadap makhluk yang akan diciptakan dengan sebutan khalifah. Kata khalifah ini mengisyaratkan pelerai perselisihan dan penegak hukum, sehingga dengan demikian pasti ada diantara mereka yang berbuat kerusakan, perselisihan dan pertumpahan darah. Wallahu a’lam. Tetapi, apapun latar belakang pertanyaan malaikat tersebut, yang pasti malaikat hanya bertanya kepada Allah Swt. bukan menunjukkan keberatan terhadap rencana Allah Swt.
Kemudian dalam ayat tersebut, diketahui bahwa pertanyaan malaikat itu dijawab singkat oleh Allah Swt.: ”Sesungguhnya Aku (Allah) mengetahui apa yang kamu tidak ketahui”. Jawaban Allah Swt. tersebut juga diperkuat bahwa manusia memang layak ditugasi sebagai khalifah di muka bumi karena kelebihan manusia jika dibandingkan makhluk lain termasuk malaikat. Kelebihan yang sangat nyata adalah kelengkapan unsur penciptaan manusia, yaitu jasad fisik, ruh termasuk di dalamnya nafsu, dan yang terpenting kelebihan akal pikiran yang dikaruniakan Allah Swt. kepada manusia.
Dalam ayat selanjutnya, ayat 31-32, Allah Swt. menyatakan kelebihan manusia dibandingkan makhluk lainnya.
4). QS al - jariyat [51]: 56
a. Terjemah ayat
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku. (QS. ak-jariyat [51]: 56)
b.  Penjelasan Ayat
Allah menegaskan dalam QS. ak-jariyat ayat 56 bahwa tujuan diciptakannya jin dan manusia tidak lain adalah untuk beribadah kepada-Nya. Beribadah dalam arti menyembah, mengabdi, menghamba, tunduk, tata dan patuh terhadap segala yang dikehendaki-Nya. Ketundukan, ketaatan dan kepatuhan dalam kerangka ibadah tersebut harus menyeluruh dan total, baik lahir maupun batin. Tujuan ibadah adalah untuk mencari riia Allah Swt.
Secara garis besar, ibadah dapat dibedakan menjadi dua yaitu: ibadah mahiah yakni ibadah yang telah ditetapkan ketentuan pelaksanaannya, seperti: shalat, puasa, zakat dan haji; dan ibadah ghairu mahiah yakni ibadah yang belum ditetapkan ketentuan secara khusus dalam pelaksanaannya. Sebagai contoh, ibadah melalui menyantuni fakir miskin, berbuat baik, dan hal-hal lain dalam bentuk mu’amalah.
Ibadah merupakan bukti rasa syukur manusia kepada Allah Swt. yang telah menciptakan manusia dengan sebaik-baik bentuk dan yang dengan kemurahan-Nya Allah Swt. memberikan fasilitas hidup. Sikap tersebut sudah seharusnya dimiliki oleh setiap manusia, apabila manusia mempunyai kesadaran akan hak itu. Lain halnya apabila manusia tidak mempunyai kesadaran untuk mensyukuri segala yang telah diberikan oleh Allah Swt., maka ia akan menjadi manusia yang tidak mau tunduk, tidak mau taat dan mengingkari Allah Swt. dengan tidak mau beribadah kepada-Nya.
Rasulullah Saw. sebagai teladan kita telah mengajarkan bahwa ibadah bukan saja kewajiban tetapi kebutuhan kita untuk berteima kasih ataupun bersyukur kepada Allah Swt. Dalam sebuah hadis beliau bersabda :

سَمِعْتُ الْمُغِيرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ إِنْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيَقُومُ لِيُصَلِّيَ حَتَّى تَرِمُ قَدَمَاهُ أَوْ سَاقَاهُ فَيُقَالُ لَهُ فَيَقُولُ أَفَلَا أَكُونُ عَبْدًا شَكُورًا (رواه البخاري)
Aku mendengar Al Mughirah ra. berkata; "Ketika Nabi Saw bangun untuk mendirikan shalat (malam) hingga tampak bengkak pada kaki atau betis, Beliau dimintai keterangan tentangnya. Maka Beliau menjawab: "Apakah memang tidak sepatutnya aku menjadi hamba yang bersyukur?" (HR.Bukhari)
B. Perilaku sebagai Hamba Allah dan Khalifah di Bumi
Sebelum kalian menerapkan perilaku sebagai hamba Allah dan khalifah di bumi sebagai implementasi      QS al- Mu’minun [23]:12-14; QS al-Nahl [16]:78; QS al-Baqarah [2]:30-32; dan QS al-jariyat [51]:      56, terlebih dahulu kalian harus membiasakan membaca Al-Qur’an setiap hari.
Sikap dan perilaku yang dapat diterapkan sebagai pengahayatan dan pengamalan QS al- Mu’minun     [23]:12-14 sebagai berikut.
    1.      Selalu sadar diri bahwa kita diciptakan dari sesuatu yang hina.
    2.      Senatiasa mengakui kemahakuasaan Allah yang telah menjadikan kita dari sesuatu yang hina tersebut.
    3.      Senantiasa bersyukur kepada Allah yang telah menjadikan kita sebaik-baik bentuk
           Sikap dan perilaku yang dapat diterapkan sebagai pengahayatan dan pengamalan QS al-Nahl     [16]:78 sebagai berikut.
   1.   Senantiasa mengakui kebesaran Allah yang telah menganugerahi kita pendengaran, penglihatan, dan hati   nurani.
   2.    Selalu bersyukur kepada Allah atas kenikmatan yang telah diberikan kepada kita berupa pendengaran,   penglihatan, dan hati nurani.
     Sikap dan perilaku yang dapat diterapkan sebagai pengahayatan dan pengamalan QS al-Baqarah [2]:30-32 sebagai berikut.
   1.      Senantiasa mendiskusikan segala sesuatu dengan yang lain sebelum diputuskan untuk melakukannya.
   2.      Senantiasa menerima dengan lapang dada kelebihan yang lain atas dirinya. 
Sikap dan perilaku yang dapat diterapkan sebagai pengahayatan dan pengamalan QS al-jariyat         [51]: 56 sebagai berikut.
   1.     Selalu beribadah hanya kepada Allah baik dalam artian sempit maupun luas.
  2.  Senantiasa mensyukuri segala nikmat yang Allah berikan kepada kita yang dimanifestasikan dengan    beribadah kepada-Nya.





Sumber : Mukarom Faisal Rosidin, dkk. 2013. AL-QUR’AN HADIS Untuk Kelas X Madrasah Aliyah IPA, IPS, Bahasa. Bandung: KEMENTERIAN AGAMA RI.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini