BAB
V
MANUSIA SEBAGAI HAMBA
ALLAH DAN KHALIFAH DI BUMI
A. 1). QS. al-Mu’minyn [23] ayat 12-14
a. Terjemah
ayat
12. Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia
dari saripati (berasal) dari tanah.
13. Kemudian Kami menjadikannya air mani (yang
disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).
14. Kemudian, air mani itu Kami jadikan sesuatu yang melekat, lalu sesuatu yang
melekat itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan
tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian,
Kami menjadikannya makhluk yang (berbentuk) lain. Mahasuci Allah, Pencipta yang paling baik. (QS. al-Mu’minyn [23] : 12-14.
b. Penjelasan Ayat
QS. al-Mu’minyn ini menerangkan tentang proses penciptaan manusia yang
sangat unik. Proses penciptaan manusia diuraikan mulai unsur pertamanya, proses
perkembangan dan pertumbuhannya di dalam rahim, sehingga menjadi makhluk yang
sempurna dan siap lahir menjadi seorang anak manusia.
Pada ayat 12, Allah
SWT. menjelaskan bahwa manusia diciptakan dari sari pati yang berasal dari
tanah (سُلاَلَةٍ مِنْ
طِيْنٍ). Selanjutnya, pada ayat 13, dengan kekuasaan-Nya saripati yang
berasal dari tanah itu dijadikan-Nya menjadi nuhfah (air mani). Dalam istilah biologi, air mani seorang
laki-laki disebut sel sperma dan air mani wanita disebut sel telur (ovum).
Ketika keduanya bertemu dalam proses konsepsi atau pembuahan, maka kemudian
tersimpan dalam tempat yang kokoh yaitu rahim seorang wanita.
Selanjutnya, pada
ayat 14 dijelaskan ketika berada di dalam rahim seorang wanita tersebut, selama
kurun waktu tertentu (40 hari) nuhfah tersebut berkembang menjadi ’alaqah
(segumpal darah), kemudian dalam kurun waktu tertentu pula (40 hari) ’alaqah
berubah menjadi muigah (segumpal daging), lalu selama kurun waktu
tertentu (40 hari) berubah menjadi tulang-belulang yang terbungkus daging, dan
akhirnya tumbuh dan berkembang menjadi anak manusia, sebagaimana disebutkan
dalam ayat tersebut (”kemudian Kami menjadikan dia makhluk yang berbentuk
lain”).
Dalam teori
biologi, dijelaskan bahwa manusia berasal dari pertemuan antara sperma seorang
laki-laki dengan sel telur (ovum) seorang wanita yang berlangsung di
dalam saluran oviduc pada saat ovulasi pada tubuh seorang wanita yang
kemudian disebut dengan pembuahan. Kemudian
akan dihasilkan zygot yang bergerak ke dalam rahim lalu menempel
pada dinding rahim. Di dalam rahim, zygot akan berkembang menjadi embrio
kemudian menjadi janin. Dalam perkembangan berikutnya, janin siap lahir setelah
melalui masa tertentu. Selama di dalam rahim sampai lahir, asupan makanan
diperoleh melalui saluran yang menempel pada dinding rahim yang disebut plasenta.
Gambaran yang demikian telah dijelaskan dalam ayat-ayat tersebut.
Sebagai penguatan
terhadap penjelasan tersebut, Rasulullah Saw. Dalam sebuah hadis beliau
menjelaskan :
عَنْ أَنَسِ
بْنِ مَالِكٍ عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ
وَكَّلَ بِالرَّحِمِ مَلَكًا يَقُولُ يَا رَبِّ نُطْفَةٌ يَا رَبِّ عَلَقَةٌ يَا
رَبِّ مُضْغَةٌ فَإِذَا أَرَادَ أَنْ يَقْضِيَ خَلْقَهُ قَالَ أَذَكَرٌ أَمْ
أُنْثَى شَقِيٌّ أَمْ سَعِيدٌ فَمَا الرِّزْقُ وَالْأَجَلُ فَيُكْتَبُ فِي بَطْنِ
أُمِّهِ (رواه البخاري)
Dari Anas bin Malik dari Nabi Saw, beliau bersabda:
"Sesungguhnya Allah Ta'ala menugaskan satu Malaikat dalam rahim seseorang.
Malaikat itu berkata, 'Ya Rabb, (sekarang baru) sperma. Ya Rabb, segumpal
darah!, Ya Rabb, segumpal daging! ' Maka apabila Allah berkehendak menetapkan ciptaan-Nya,
Malaikat itu bertanya, 'Apakah laki-laki atau wanita, celaka atau bahagia,
bagaimana dengan rizki dan ajalnya? ' Maka ditetapkanlah ketentuan takdirnya
selagi berada dalam perut ibunya." (HR. Bukhari).
Yang menjadi sangat menakjubkan adalah bahwa ketika
Al-Qur’an diturunkan, pemahaman manusia terhadap proses kejadian manusia masih
belum sampai pada penggambaran yang sangat detail seperti yang digambarkan
ayat-ayat tersebut. Namun, Al-Qur’an menggambarkannya dengan sedemikian detail
dan gamblang. Bahkan Rasulullah Saw. yang dikenal sebagai seorang Nabi yang ummi,
justru bisa menjelaskan dalam hadis di atas. Dan dalam era perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, semua yang digambarkan dalam ayat Al-Qur’an dan
kemudian dijelaskan lebih detail lagi oleh Nabi Muhammad Saw. ternyata semuanya
terbukti benar. Ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an adalah benar-benar wahyu Allah
Swt. Apa yang dikandung di dalamnya adalah kebenaran hakiki dan bersifat mutlak
(absolut).
2). QS al-Nahl [16]:78
a.
Terjemah ayat
Dan
Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu
pun, dan Dia memberimu pendengaran,
penglihatan, dan hati nurani, agar kamu bersyukur.( QS. An-Nahl [16]: 78)
b. Penjelasan Ayat
Ayat 78 surah
an-Nahl ini masih erat kaitannya dengan surah al-Mu’minun ayat 12-14
sebagaimana dijelaskan di atas. Pada ayat ini, Allah Swt. menegaskan bahwa
ketika seorang anak manusia dilahirkan ke dunia, dia tidak tahu apa-apa. Dengan
kekuasaan dan kasih sayang-Nya, Allah Swt. membekalinya dengan atribut
pelengkap yang nantinya dapat berfungsi untuk mengetahui segala sesuatu yang
sebelumnya tidak pernah diketahui. Atribut-atribut tersebut ialah berupa tiga
unsur penting dalam proses pembelajaran bagi manusia, yakni: pendengaran,
penglihatan dan hati/akal pikiran.
Yang menarik untuk
ditelaah, bahwa ternyata pendengaran adalah unsur penting yang pertama kali
digunakan bagi orang yang belajar guna memahami segala sesuatu. Menurut sebuah
teori penemuan modern, bayi yang masih dalam kandungan bisa menangkap pesan
yang disampaikan dari luar dan ia sangat peka. Maka ada ahli yang menyarankan
agar anak nantinya berkembang dengan kecerdasan tinggi dan kehalusan budi,
hendaknya selama di dalam kandungan ia sering diperdengarkan musik klasik dan
irama-irama yang lembut. Atau kalau dalam konteks Islam, hendaknya bayi dalam
kandungan sering diperdengarkan ayat-ayat suci Al-Qur’an, kalimah-kalimah
thayyibah. Karena diyakini bahwa sang bayi dapat menangkap pesan menlalui
pendengaran itu.
Dalam proses
memahami dan mempelajari segala sesuatu, manusia menangkapnya dengan
pendengaran, diperkuat dengan penglihatan dan akhirnya disimpan dalam hati
sebagai ilmu pengetahuan.
Akhirnya setelah
manusia menyadari bahwa dahulu ketika lahir tidak satupun yang bisa diketahui,
kemudian atas kemurahan Allah Swt. yang telah memberikan pendengaran,
penglihatan dan hati/akal pikiran, manusia bisa mengetahui segala sesuatu dalam
hidupnya. Puncaknya, kesadaran tersebut sudah seharusnya mendorong rasa
bersyukur yang teramat besar kepada yang telah berkuasa memberikan itu semua.
Oleh karena itu, pada akhir ayat, Allah Swt. menegaskan bahwa itu semua
diberikan kepada manusia agar manusia mau bersyukur kepada-Nya. Rasa syukur itu
kemudian harus diwujudkan dengan pengakuan, ketundukan, ketaatan, kepatuhan
yang diekspresikan dalam bentuk keimanan dan direalisasikan dalam bentuk
beribadah kepada-Nya. Dia-lah Allah Swt. jat yang Maha Pencipta, jat yang Maha
Pemurah, jat yang Maha Kuasa, jat yang Maha Besar dan jat yang berhak disembah
oleh sekalian makhluk.
3). QS al-Baqarah [2]: 30 -32
a.
Terjemah ayat
30. Dan
(ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, ”Aku
hendak menjadikan khalifah di
bumi.” Mereka berkata, ”Apakah Engkau
hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, ”Sungguh,
Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
31. Dan
Dia ajarkan kepada Adam nama-nama (benda)
semuanya, kemudian Dia perlihatkan kepada para malaikat, seraya
berfirman, ”Sebutkan kepada-Ku nama semua (benda)
ini, jika kamu yang benar!”
32. Mereka menjawab, ”Mahasuci Engkau, tidak ada
yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mengetahui,
Mahabijaksana.” (QS.
Al-Baqarah [2]: 30-32)
b. Penjelasan Ayat
Dalam ayat 30 surah
al-Baqarah ini, disampaikan informasi bahwa sebelum Allah Swt. menciptakan
manusia pertama yakni Adam as. hal tersebut sudah disampaikan kepada para
malaikat. Diilustrasikan dalam ayat tersebut, terjadi dialog antara Allah Swt.
dengan malaikat. Allah Swt. menyampaikan kepada para malaikat bahwa Allah Swt.
hendak menjadikan khalifah di muka bumi yaitu manusia. Apakah yang
dimaksud khalifah itu? Khalifah berarti pengganti, yang menggantikan atau
yang datang sesudah siapa yang datang. Ulama’ ada yang mengartikan bahwa
khalifah ialah yang menggantikan Allah Swt. dalam menegakkan hukum-hukum-Nya di
muka bumi. Allah Swt. menunjuk manusia sebagai khalifah merupakan penghormatan
kepadanya karena kelebihannya dibandingkan makhluk selain manusia, tidak
terkecuali malaikat. Dengan menunjuk manusia sebagai khalifah, Allah Swt. juga
bermaksud mengujinya sejauh mana manusia bisa melaksanakan amanah sebagai
khalifah Allah Swt. di muka bumi.
Ketika Allah Swt.
menyampaikan rencana tersebut, malaikat menyampaikan ”Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?” Bila dikaji
dengan baik, pernyataan malaikat tersebut bukan pertanda keberatan atas rencana
Allah Swt. tersebut. Perlu diingat bahwa malaikat adalah makhluk yang sangat
taat dan patuh terhadap Allah Swt., tidak mungkin malaikat menentang dan
mendurhakai-Nya, termasuk terhadap rencana menjadikan khalifah di muka bumi
ini. Namun demikian, pertanyaan malaikat tersebut dapat diasumsikan beberapa
hal. Pertama, bisa jadi hal itu berdasarkan pengalaman mereka sebelum
terciptanya manusia dimana ada makhluk yang berlaku merusak dan menumpahkan
darah. Kedua, atau bisa juga malaikat menduga bahwa karena yang akan
ditugaskan menjadi khalifah bukan malaikat, maka tentunya makhluk ini berbeda
dengan mereka yang senantiasa bertasbih dan memuji Allah Swt. Ketiga,
bisa juga karena dari penamaan Allah Swt. terhadap makhluk yang akan diciptakan
dengan sebutan khalifah. Kata khalifah ini mengisyaratkan pelerai perselisihan
dan penegak hukum, sehingga dengan demikian pasti ada diantara mereka yang
berbuat kerusakan, perselisihan dan pertumpahan darah. Wallahu a’lam.
Tetapi, apapun latar belakang pertanyaan malaikat tersebut, yang pasti malaikat
hanya bertanya kepada Allah Swt. bukan menunjukkan keberatan terhadap rencana
Allah Swt.
Kemudian dalam ayat
tersebut, diketahui bahwa pertanyaan malaikat itu dijawab singkat oleh Allah
Swt.: ”Sesungguhnya Aku (Allah) mengetahui apa yang kamu tidak ketahui”.
Jawaban Allah Swt. tersebut juga diperkuat bahwa manusia memang layak ditugasi
sebagai khalifah di muka bumi karena kelebihan manusia jika dibandingkan
makhluk lain termasuk malaikat. Kelebihan yang sangat nyata adalah kelengkapan
unsur penciptaan manusia, yaitu jasad fisik, ruh termasuk di dalamnya nafsu,
dan yang terpenting kelebihan akal pikiran yang dikaruniakan Allah Swt. kepada
manusia.
Dalam ayat
selanjutnya, ayat 31-32, Allah Swt. menyatakan kelebihan manusia dibandingkan
makhluk lainnya.
4). QS al - jariyat [51]: 56
a. Terjemah ayat
Aku tidak menciptakan jin
dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku. (QS. ak-jariyat [51]:
56)
b. Penjelasan Ayat
Allah menegaskan
dalam QS. ak-jariyat
ayat 56 bahwa tujuan diciptakannya jin dan manusia tidak lain adalah untuk
beribadah kepada-Nya. Beribadah dalam arti menyembah, mengabdi, menghamba,
tunduk, tata dan patuh terhadap segala yang dikehendaki-Nya. Ketundukan,
ketaatan dan kepatuhan dalam kerangka ibadah tersebut harus menyeluruh dan
total, baik lahir maupun batin. Tujuan ibadah adalah untuk mencari riia Allah
Swt.
Secara garis besar,
ibadah dapat dibedakan menjadi dua yaitu: ibadah mahiah yakni ibadah yang
telah ditetapkan ketentuan pelaksanaannya, seperti: shalat, puasa, zakat dan
haji; dan ibadah ghairu mahiah yakni ibadah yang belum ditetapkan
ketentuan secara khusus dalam pelaksanaannya. Sebagai contoh, ibadah melalui
menyantuni fakir miskin, berbuat baik, dan hal-hal lain dalam bentuk mu’amalah.
Ibadah merupakan
bukti rasa syukur manusia kepada Allah Swt. yang telah menciptakan manusia
dengan sebaik-baik bentuk dan yang dengan kemurahan-Nya Allah Swt. memberikan
fasilitas hidup. Sikap tersebut sudah seharusnya dimiliki oleh setiap manusia,
apabila manusia mempunyai kesadaran akan hak itu. Lain halnya apabila manusia
tidak mempunyai kesadaran untuk mensyukuri segala yang telah diberikan oleh
Allah Swt., maka ia akan menjadi manusia yang tidak mau tunduk, tidak mau taat
dan mengingkari Allah Swt. dengan tidak mau beribadah kepada-Nya.
Rasulullah Saw.
sebagai teladan kita telah mengajarkan bahwa ibadah bukan saja kewajiban tetapi
kebutuhan kita untuk berteima kasih ataupun bersyukur kepada Allah Swt. Dalam
sebuah hadis beliau bersabda :
سَمِعْتُ الْمُغِيرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ إِنْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيَقُومُ لِيُصَلِّيَ حَتَّى تَرِمُ قَدَمَاهُ أَوْ سَاقَاهُ فَيُقَالُ لَهُ فَيَقُولُ أَفَلَا أَكُونُ عَبْدًا شَكُورًا (رواه البخاري)
Aku mendengar Al Mughirah ra. berkata; "Ketika
Nabi Saw bangun untuk mendirikan shalat (malam) hingga tampak bengkak pada kaki
atau betis, Beliau dimintai keterangan tentangnya. Maka Beliau menjawab:
"Apakah memang tidak sepatutnya aku menjadi hamba yang bersyukur?"
(HR.Bukhari)
B. Perilaku sebagai Hamba Allah dan
Khalifah di Bumi
Sebelum kalian menerapkan perilaku sebagai hamba Allah dan khalifah di bumi
sebagai implementasi QS al- Mu’minun [23]:12-14;
QS al-Nahl [16]:78; QS al-Baqarah [2]:30-32; dan QS al-jariyat
[51]: 56, terlebih dahulu
kalian harus membiasakan membaca Al-Qur’an setiap hari.
Sikap dan perilaku yang dapat diterapkan sebagai pengahayatan dan
pengamalan QS al- Mu’minun [23]:12-14 sebagai berikut.
1.
Selalu
sadar diri bahwa kita diciptakan dari sesuatu yang hina.
2.
Senatiasa
mengakui kemahakuasaan Allah yang telah menjadikan kita dari sesuatu yang hina
tersebut.
3.
Senantiasa
bersyukur kepada Allah yang telah menjadikan kita sebaik-baik bentuk
Sikap dan perilaku yang dapat diterapkan sebagai pengahayatan dan
pengamalan QS al-Nahl [16]:78 sebagai berikut.
1. Senantiasa
mengakui kebesaran Allah yang telah menganugerahi kita pendengaran,
penglihatan, dan hati nurani.
2. Selalu
bersyukur kepada Allah atas kenikmatan yang telah diberikan kepada kita berupa
pendengaran, penglihatan, dan hati nurani.
Sikap dan perilaku yang dapat diterapkan sebagai pengahayatan dan
pengamalan QS al-Baqarah [2]:30-32 sebagai berikut.
1.
Senantiasa
mendiskusikan segala sesuatu dengan yang lain sebelum diputuskan untuk
melakukannya.
2.
Senantiasa
menerima dengan lapang dada kelebihan yang lain atas dirinya.
Sikap dan perilaku yang dapat diterapkan sebagai pengahayatan dan
pengamalan QS al-jariyat [51]:
56 sebagai berikut.
1. Selalu
beribadah hanya kepada Allah baik dalam artian sempit maupun luas.
2. Senantiasa
mensyukuri segala nikmat yang Allah berikan kepada kita yang dimanifestasikan
dengan beribadah kepada-Nya.
Sumber : Mukarom Faisal Rosidin, dkk. 2013. AL-QUR’AN HADIS Untuk Kelas X Madrasah Aliyah IPA, IPS, Bahasa. Bandung: KEMENTERIAN AGAMA RI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar