Jumat, 18 Mei 2018

My Profil




Nama          : Hikmatun Nazila
TTL            : Pekalongan, 14 Oktober 1998
Alamat        : Ds. Karangasem, Kec. Talun, Kab. Pekalongan
Pekerjaan    : Mahasiswi Jurusan Pendidikan Agama Islam
                    Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
                    IAIN Pekalongan
Hoby          : Menyanyi sambil mendengarkan musik
Motto        : “Berusaha disertai doa harus selalu dalam genggaman, jadikan masa lalumu sebagai referensi menuju perbaikan diri. Optimis, semangat dan juga selalu ingat bahwa hidup tak hanya seorang diri, banyak orang-orang di sekeliling yang siap mendampingi kesuksesanmu kelak”. 

Minggu, 06 Mei 2018

video BAB I Mengenal Zakat, Mesjid dan Shalat Berjamaah bersama Anak Islam.

video BAB II Mu'jizat Nabi Nuh as.

video BAB III Berbakti Kepada Kedua Orag Tua

video BAB IV perilaku orang yang menjadikan Al-Qur'an sebagai Pedoman dalam Kehidupan Sehari-hari.

Video BAB V Manusia sebagai Khalifah di Bumi

BAB V Manusia Sebagai Hamba Allah dan Khalifah di Bumi

 BAB V
MANUSIA SEBAGAI HAMBA ALLAH DAN KHALIFAH DI BUMI

A. 1). QS. al-Mu’minyn [23] ayat 12-14
a. Terjemah ayat
12. Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari saripati (berasal) dari tanah.
13. Kemudian Kami menjadikannya air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).
14. Kemudian, air mani itu Kami jadikan sesuatu yang melekat, lalu sesuatu yang melekat itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian, Kami menjadikannya makhluk yang (berbentuk) lain. Mahasuci Allah, Pencipta yang paling baik. (QS. al-Mu’minyn [23] : 12-14.
b.  Penjelasan Ayat                                                                       
QS. al-Mu’minyn ini menerangkan tentang proses penciptaan manusia yang sangat unik. Proses penciptaan manusia diuraikan mulai unsur pertamanya, proses perkembangan dan pertumbuhannya di dalam rahim, sehingga menjadi makhluk yang sempurna dan siap lahir menjadi seorang anak manusia.
Pada ayat 12, Allah SWT. menjelaskan bahwa manusia diciptakan dari sari pati yang berasal dari tanah (سُلاَلَةٍ مِنْ طِيْنٍ). Selanjutnya, pada ayat 13, dengan kekuasaan-Nya saripati yang berasal dari tanah itu dijadikan-Nya menjadi nuhfah (air mani). Dalam istilah biologi, air mani seorang laki-laki disebut sel sperma dan air mani wanita disebut sel telur (ovum). Ketika keduanya bertemu dalam proses konsepsi atau pembuahan, maka kemudian tersimpan dalam tempat yang kokoh yaitu rahim seorang wanita.
Selanjutnya, pada ayat 14 dijelaskan ketika berada di dalam rahim seorang wanita tersebut, selama kurun waktu tertentu (40 hari) nuhfah tersebut berkembang menjadi ’alaqah (segumpal darah), kemudian dalam kurun waktu tertentu pula (40 hari) ’alaqah berubah menjadi muigah (segumpal daging), lalu selama kurun waktu tertentu (40 hari) berubah menjadi tulang-belulang yang terbungkus daging, dan akhirnya tumbuh dan berkembang menjadi anak manusia, sebagaimana disebutkan dalam ayat tersebut (”kemudian Kami menjadikan dia makhluk yang berbentuk lain”).
Dalam teori biologi, dijelaskan bahwa manusia berasal dari pertemuan antara sperma seorang laki-laki dengan sel telur (ovum) seorang wanita yang berlangsung di dalam saluran oviduc pada saat ovulasi pada tubuh seorang wanita yang kemudian disebut dengan pembuahan. Kemudian  akan dihasilkan zygot yang bergerak ke dalam rahim lalu menempel pada dinding rahim. Di dalam rahim, zygot akan berkembang menjadi embrio kemudian menjadi janin. Dalam perkembangan berikutnya, janin siap lahir setelah melalui masa tertentu. Selama di dalam rahim sampai lahir, asupan makanan diperoleh melalui saluran yang menempel pada dinding rahim yang disebut plasenta. Gambaran yang demikian telah dijelaskan dalam ayat-ayat tersebut.
Sebagai penguatan terhadap penjelasan tersebut, Rasulullah Saw. Dalam sebuah hadis beliau menjelaskan :
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَكَّلَ بِالرَّحِمِ مَلَكًا يَقُولُ يَا رَبِّ نُطْفَةٌ يَا رَبِّ عَلَقَةٌ يَا رَبِّ مُضْغَةٌ فَإِذَا أَرَادَ أَنْ يَقْضِيَ خَلْقَهُ قَالَ أَذَكَرٌ أَمْ أُنْثَى شَقِيٌّ أَمْ سَعِيدٌ فَمَا الرِّزْقُ وَالْأَجَلُ فَيُكْتَبُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ (رواه البخاري)             
Dari Anas bin Malik dari Nabi Saw, beliau bersabda: "Sesungguhnya Allah Ta'ala menugaskan satu Malaikat dalam rahim seseorang. Malaikat itu berkata, 'Ya Rabb, (sekarang baru) sperma. Ya Rabb, segumpal darah!, Ya Rabb, segumpal daging! ' Maka apabila Allah berkehendak menetapkan ciptaan-Nya, Malaikat itu bertanya, 'Apakah laki-laki atau wanita, celaka atau bahagia, bagaimana dengan rizki dan ajalnya? ' Maka ditetapkanlah ketentuan takdirnya selagi berada dalam perut ibunya." (HR. Bukhari).
       Yang menjadi sangat menakjubkan adalah bahwa ketika Al-Qur’an diturunkan, pemahaman manusia terhadap proses kejadian manusia masih belum sampai pada penggambaran yang sangat detail seperti yang digambarkan ayat-ayat tersebut. Namun, Al-Qur’an menggambarkannya dengan sedemikian detail dan gamblang. Bahkan Rasulullah Saw. yang dikenal sebagai seorang Nabi yang ummi, justru bisa menjelaskan dalam hadis di atas. Dan dalam era perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, semua yang digambarkan dalam ayat Al-Qur’an dan kemudian dijelaskan lebih detail lagi oleh Nabi Muhammad Saw. ternyata semuanya terbukti benar. Ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an adalah benar-benar wahyu Allah Swt. Apa yang dikandung di dalamnya adalah kebenaran hakiki dan bersifat mutlak (absolut).
2). QS al-Nahl [16]:78
a. Terjemah ayat
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, agar kamu bersyukur.( QS. An-Nahl [16]: 78)
b.  Penjelasan Ayat
Ayat 78 surah an-Nahl ini masih erat kaitannya dengan surah al-Mu’minun ayat 12-14 sebagaimana dijelaskan di atas. Pada ayat ini, Allah Swt. menegaskan bahwa ketika seorang anak manusia dilahirkan ke dunia, dia tidak tahu apa-apa. Dengan kekuasaan dan kasih sayang-Nya, Allah Swt. membekalinya dengan atribut pelengkap yang nantinya dapat berfungsi untuk mengetahui segala sesuatu yang sebelumnya tidak pernah diketahui. Atribut-atribut tersebut ialah berupa tiga unsur penting dalam proses pembelajaran bagi manusia, yakni: pendengaran, penglihatan dan hati/akal pikiran.
Yang menarik untuk ditelaah, bahwa ternyata pendengaran adalah unsur penting yang pertama kali digunakan bagi orang yang belajar guna memahami segala sesuatu. Menurut sebuah teori penemuan modern, bayi yang masih dalam kandungan bisa menangkap pesan yang disampaikan dari luar dan ia sangat peka. Maka ada ahli yang menyarankan agar anak nantinya berkembang dengan kecerdasan tinggi dan kehalusan budi, hendaknya selama di dalam kandungan ia sering diperdengarkan musik klasik dan irama-irama yang lembut. Atau kalau dalam konteks Islam, hendaknya bayi dalam kandungan sering diperdengarkan ayat-ayat suci Al-Qur’an, kalimah-kalimah thayyibah. Karena diyakini bahwa sang bayi dapat menangkap pesan menlalui pendengaran itu.
Dalam proses memahami dan mempelajari segala sesuatu, manusia menangkapnya dengan pendengaran, diperkuat dengan penglihatan dan akhirnya disimpan dalam hati sebagai ilmu pengetahuan.
Akhirnya setelah manusia menyadari bahwa dahulu ketika lahir tidak satupun yang bisa diketahui, kemudian atas kemurahan Allah Swt. yang telah memberikan pendengaran, penglihatan dan hati/akal pikiran, manusia bisa mengetahui segala sesuatu dalam hidupnya. Puncaknya, kesadaran tersebut sudah seharusnya mendorong rasa bersyukur yang teramat besar kepada yang telah berkuasa memberikan itu semua. Oleh karena itu, pada akhir ayat, Allah Swt. menegaskan bahwa itu semua diberikan kepada manusia agar manusia mau bersyukur kepada-Nya. Rasa syukur itu kemudian harus diwujudkan dengan pengakuan, ketundukan, ketaatan, kepatuhan yang diekspresikan dalam bentuk keimanan dan direalisasikan dalam bentuk beribadah kepada-Nya. Dia-lah Allah Swt. jat yang Maha Pencipta, jat yang Maha Pemurah, jat yang Maha Kuasa, jat yang Maha Besar dan jat yang berhak disembah oleh sekalian makhluk.
3). QS al-Baqarah [2]: 30 -32
a. Terjemah ayat
30.  Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, Aku hendak menjadikan khalifah  di bumi.” Mereka berkata, Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
31.  Dan Dia ajarkan kepada Adam nama-nama (benda) semuanya, kemudian Dia perlihatkan kepada para malaikat, seraya berfirman, Sebutkan kepada-Ku nama semua (benda) ini, jika kamu yang benar!”
32.  Mereka menjawab, Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami  ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mengetahui, Mahabijaksana.” (QS. Al-Baqarah [2]: 30-32)
b.  Penjelasan Ayat
Dalam ayat 30 surah al-Baqarah ini, disampaikan informasi bahwa sebelum Allah Swt. menciptakan manusia pertama yakni Adam as. hal tersebut sudah disampaikan kepada para malaikat. Diilustrasikan dalam ayat tersebut, terjadi dialog antara Allah Swt. dengan malaikat. Allah Swt. menyampaikan kepada para malaikat bahwa Allah Swt. hendak menjadikan khalifah di muka bumi yaitu manusia. Apakah yang dimaksud khalifah itu? Khalifah berarti pengganti, yang menggantikan atau yang datang sesudah siapa yang datang. Ulama’ ada yang mengartikan bahwa khalifah ialah yang menggantikan Allah Swt. dalam menegakkan hukum-hukum-Nya di muka bumi. Allah Swt. menunjuk manusia sebagai khalifah merupakan penghormatan kepadanya karena kelebihannya dibandingkan makhluk selain manusia, tidak terkecuali malaikat. Dengan menunjuk manusia sebagai khalifah, Allah Swt. juga bermaksud mengujinya sejauh mana manusia bisa melaksanakan amanah sebagai khalifah Allah Swt. di muka bumi. 
Ketika Allah Swt. menyampaikan rencana tersebut, malaikat menyampaikan ”Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?”  Bila dikaji dengan baik, pernyataan malaikat tersebut bukan pertanda keberatan atas rencana Allah Swt. tersebut. Perlu diingat bahwa malaikat adalah makhluk yang sangat taat dan patuh terhadap Allah Swt., tidak mungkin malaikat menentang dan mendurhakai-Nya, termasuk terhadap rencana menjadikan khalifah di muka bumi ini. Namun demikian, pertanyaan malaikat tersebut dapat diasumsikan beberapa hal. Pertama, bisa jadi hal itu berdasarkan pengalaman mereka sebelum terciptanya manusia dimana ada makhluk yang berlaku merusak dan menumpahkan darah. Kedua, atau bisa juga malaikat menduga bahwa karena yang akan ditugaskan menjadi khalifah bukan malaikat, maka tentunya makhluk ini berbeda dengan mereka yang senantiasa bertasbih dan memuji Allah Swt. Ketiga, bisa juga karena dari penamaan Allah Swt. terhadap makhluk yang akan diciptakan dengan sebutan khalifah. Kata khalifah ini mengisyaratkan pelerai perselisihan dan penegak hukum, sehingga dengan demikian pasti ada diantara mereka yang berbuat kerusakan, perselisihan dan pertumpahan darah. Wallahu a’lam. Tetapi, apapun latar belakang pertanyaan malaikat tersebut, yang pasti malaikat hanya bertanya kepada Allah Swt. bukan menunjukkan keberatan terhadap rencana Allah Swt.
Kemudian dalam ayat tersebut, diketahui bahwa pertanyaan malaikat itu dijawab singkat oleh Allah Swt.: ”Sesungguhnya Aku (Allah) mengetahui apa yang kamu tidak ketahui”. Jawaban Allah Swt. tersebut juga diperkuat bahwa manusia memang layak ditugasi sebagai khalifah di muka bumi karena kelebihan manusia jika dibandingkan makhluk lain termasuk malaikat. Kelebihan yang sangat nyata adalah kelengkapan unsur penciptaan manusia, yaitu jasad fisik, ruh termasuk di dalamnya nafsu, dan yang terpenting kelebihan akal pikiran yang dikaruniakan Allah Swt. kepada manusia.
Dalam ayat selanjutnya, ayat 31-32, Allah Swt. menyatakan kelebihan manusia dibandingkan makhluk lainnya.
4). QS al - jariyat [51]: 56
a. Terjemah ayat
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku. (QS. ak-jariyat [51]: 56)
b.  Penjelasan Ayat
Allah menegaskan dalam QS. ak-jariyat ayat 56 bahwa tujuan diciptakannya jin dan manusia tidak lain adalah untuk beribadah kepada-Nya. Beribadah dalam arti menyembah, mengabdi, menghamba, tunduk, tata dan patuh terhadap segala yang dikehendaki-Nya. Ketundukan, ketaatan dan kepatuhan dalam kerangka ibadah tersebut harus menyeluruh dan total, baik lahir maupun batin. Tujuan ibadah adalah untuk mencari riia Allah Swt.
Secara garis besar, ibadah dapat dibedakan menjadi dua yaitu: ibadah mahiah yakni ibadah yang telah ditetapkan ketentuan pelaksanaannya, seperti: shalat, puasa, zakat dan haji; dan ibadah ghairu mahiah yakni ibadah yang belum ditetapkan ketentuan secara khusus dalam pelaksanaannya. Sebagai contoh, ibadah melalui menyantuni fakir miskin, berbuat baik, dan hal-hal lain dalam bentuk mu’amalah.
Ibadah merupakan bukti rasa syukur manusia kepada Allah Swt. yang telah menciptakan manusia dengan sebaik-baik bentuk dan yang dengan kemurahan-Nya Allah Swt. memberikan fasilitas hidup. Sikap tersebut sudah seharusnya dimiliki oleh setiap manusia, apabila manusia mempunyai kesadaran akan hak itu. Lain halnya apabila manusia tidak mempunyai kesadaran untuk mensyukuri segala yang telah diberikan oleh Allah Swt., maka ia akan menjadi manusia yang tidak mau tunduk, tidak mau taat dan mengingkari Allah Swt. dengan tidak mau beribadah kepada-Nya.
Rasulullah Saw. sebagai teladan kita telah mengajarkan bahwa ibadah bukan saja kewajiban tetapi kebutuhan kita untuk berteima kasih ataupun bersyukur kepada Allah Swt. Dalam sebuah hadis beliau bersabda :

سَمِعْتُ الْمُغِيرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ إِنْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيَقُومُ لِيُصَلِّيَ حَتَّى تَرِمُ قَدَمَاهُ أَوْ سَاقَاهُ فَيُقَالُ لَهُ فَيَقُولُ أَفَلَا أَكُونُ عَبْدًا شَكُورًا (رواه البخاري)
Aku mendengar Al Mughirah ra. berkata; "Ketika Nabi Saw bangun untuk mendirikan shalat (malam) hingga tampak bengkak pada kaki atau betis, Beliau dimintai keterangan tentangnya. Maka Beliau menjawab: "Apakah memang tidak sepatutnya aku menjadi hamba yang bersyukur?" (HR.Bukhari)
B. Perilaku sebagai Hamba Allah dan Khalifah di Bumi
Sebelum kalian menerapkan perilaku sebagai hamba Allah dan khalifah di bumi sebagai implementasi      QS al- Mu’minun [23]:12-14; QS al-Nahl [16]:78; QS al-Baqarah [2]:30-32; dan QS al-jariyat [51]:      56, terlebih dahulu kalian harus membiasakan membaca Al-Qur’an setiap hari.
Sikap dan perilaku yang dapat diterapkan sebagai pengahayatan dan pengamalan QS al- Mu’minun     [23]:12-14 sebagai berikut.
    1.      Selalu sadar diri bahwa kita diciptakan dari sesuatu yang hina.
    2.      Senatiasa mengakui kemahakuasaan Allah yang telah menjadikan kita dari sesuatu yang hina tersebut.
    3.      Senantiasa bersyukur kepada Allah yang telah menjadikan kita sebaik-baik bentuk
           Sikap dan perilaku yang dapat diterapkan sebagai pengahayatan dan pengamalan QS al-Nahl     [16]:78 sebagai berikut.
   1.   Senantiasa mengakui kebesaran Allah yang telah menganugerahi kita pendengaran, penglihatan, dan hati   nurani.
   2.    Selalu bersyukur kepada Allah atas kenikmatan yang telah diberikan kepada kita berupa pendengaran,   penglihatan, dan hati nurani.
     Sikap dan perilaku yang dapat diterapkan sebagai pengahayatan dan pengamalan QS al-Baqarah [2]:30-32 sebagai berikut.
   1.      Senantiasa mendiskusikan segala sesuatu dengan yang lain sebelum diputuskan untuk melakukannya.
   2.      Senantiasa menerima dengan lapang dada kelebihan yang lain atas dirinya. 
Sikap dan perilaku yang dapat diterapkan sebagai pengahayatan dan pengamalan QS al-jariyat         [51]: 56 sebagai berikut.
   1.     Selalu beribadah hanya kepada Allah baik dalam artian sempit maupun luas.
  2.  Senantiasa mensyukuri segala nikmat yang Allah berikan kepada kita yang dimanifestasikan dengan    beribadah kepada-Nya.





Sumber : Mukarom Faisal Rosidin, dkk. 2013. AL-QUR’AN HADIS Untuk Kelas X Madrasah Aliyah IPA, IPS, Bahasa. Bandung: KEMENTERIAN AGAMA RI.







BAB IV Pokok-Pokok Isi Kitab-ku

BAB IV
POKOK-POKOK ISI KITAB-KU

Isi kandungan Al-Qur’an itu selanjutnya dapat digali dan dikembangkan menjadi berbagai bidang. Dalam bab ini akan diuraikan isi kandungan Al-Qur’an secara garis besar yaitu meliputi :
1.      Akidah
Secara etimologi akidah berarti kepercayaan atau keyakinan. Bentuk jamak Akidah (‘Aqidah) adalah aqa’id. Akidah juga disebut dengan istilah keimanan. Orang yang berakidah berarti orang yang beriman (mukmin). Akidah secara terminologi didefinisikan sebagai suatu kepercayaan yang harus diyakini dengan sepenuh hati, dinyatakan dengan lisan dan dimanifestasikan dalam bentuk amal perbuatan.  Akidah Islam adalah keyakinan berdasarkan ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadis. Seorang yang menyatakan diri berakidah Islam tidak hanya cukup mempercayai dan meyakini keyakinan dalam hatinya, tetapi harus menyatakannya dengan lisan dan harus mewujudkannya dalam bentuk amal perbuatan (amal shalih) dalam kehidupannya sehari-hari.
Inti pokok ajaran akidah adalah masalah tauhid, yakni keyakinan bahwa Allah Maha Esa. Setiap muslim wajib meyakini ke-Maha Esa-an Allah. Orang yang tidak meyakini ke-Maha Esa-an Allah berarti ia kafir, dan apabila meyakini adanya Tuhan selain Allah dinamakan musyrik. Dalam akidah Islam, di samping kewajiban untuk meyakini bahwa Allah itu Esa, juga ada kewajiban untuk meyakini rukun-rukun iman yang lain. Tidak dibenarkan apabila seseorang yang mengaku berakidah/beriman apabila dia hanya mengimani Allah saja, atau meyakini sebagian dari rukun iman saja. Rukun iman yang wajib diyakini tersebut adalah: iman kepada Allah Swt, iman kepada malaikat-malaikat Allah, iman kepada kitab-kitab Allah, iman kepada rasul-rasul Allah, iman kepada hari akhir, dan iman kepada qaia’ dan qadar.
Al-Qur’an banyak menjelaskan tentang pokok-pokok ajaran akidah yang terkandung di dalamnya, di antaranya adalah sebagai berikut :
a. (QS. al-Ikhlas [112]: 1-4):
1. Katakanlah (Muhammad), Dialah Allah, Yang Maha Esa
2. Allah tempat meminta segala sesuatu.
3. (Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan.
      4. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia.”

b.   (QS. al-Baqarah [2]: 163)
   Artinya: “Dan Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada tuhan selain Dia, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.
c.  (QS. al-Baqarah [2]: 285)
 Artinya: “Rasul (Muhammad) beriman kepada apa yang diturunkan kepadanya (Al-Qur'an) dari     Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semua beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka berkata), Kami tidak membeda-bedakan seorang pun dari rasul-rasul-Nya.” Dan mereka berkata, ”Kami dengar dan kami taat. Ampunilah kami Ya Tuhan kami, dan kepada-Mu tempat (kami) kembali.”
2.        Ibadah dan Muamalah
Ibadah berasal dari kataعِبَادَةً /عَبَدَ – يَعْبُدُ – عَبْدًا  artinya mengabdi atau menyembah. Yang dimaksud ibadah adalah menyembah atau mengabdi sepenuhnya kepada Allah Swt. dengan tunduk, taat dan patuh kepada-Nya. Ibadah merupakan bentuk kepatuhan dan ketundukan yang ditimbulkan oleh perasaan yakin terhadap kebesaran Allah Swt., sebagai satu-satunya Tuhan yang berhak disembah. Karena keyakinan bahwa Allah Swt. mempunyai kekuasaan mutlak.
Dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa tujuan penciptaan jin dan manusia tidak lain adalah untuk beribadah kepada Allah Swt. Firman Allah Swt:
Artinya: “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku. (QS. ak- jariyat [51] : 56)
Manusia harus menyadari bahwa dirinya ada karena diciptakan oleh Allah Swt., oleh sebab itu manusia harus sadar bahwa dia membutuhkan Allah Swt. Dan kebutuhan terhadap Allah itu diwujudkan dengan bentuk beribadah kepada-Nya. Hanya kepada-Nya manusia menyembah dan meminta pertolongan. Sebagaimana firman Allah:
Artinya: “Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.” (QS. al-Fatihah [1]: 5)
Ibadah dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu : ibadah mahiah dan ghairu mahiah. Ibadah mahiah artinya ibadah khusus yang tata caranya sudah ditentukan, seperti: shalat, puasa, zakat dan haji. Sedangkan ibadah ghairu mahiah artinya ibadah yang bersifat umum, tata caranya tidak ditentukan secara khusus, yang bertujuan untuk mencari ridha Allah Swt., misalnya: silaturrahim, bekerja mencari rizki yang halal diniati ibadah, belajar untuk menuntut ilmu, dan sebagainya.
Selain beribadah kepada Allah Swt. karena kesadaran manusia sebagai makhluk ciptaan Allah Swt., manusia juga memiliki kecenderungan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya bersama manusia lainnya. Maka Al-Qur’an tidak hanya memberikan ajaran tentang ibadah sebagai wujud kebutuhan manusia terhadap Allah Swt. (حَبْلٌ مِنَ اللهِ), tetapi juga mengatur bagaimana memenuhi kebutuhan dalam hubungannya dengan manusia lain (حَبْلٌ مِنَ النَّاسِ). Misalnya: sillaturrahim, jual beli, hutang piutang, sewa menyewa, dan kegiatan lain dalam kehidupan bermasyarakat. Kegiatan dalam hubungan antar manusia ini disebut dengan mu’amalah.
Dalam Al-Qur’an banyak ditemukan ajaran tentang tata cara bermu’amalah, antara lain:
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan utang piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar....” (QS. al-Baqarah [2]: 282)
3.      Akhlak
Akhlak (اَخْلاَقٌ) ditinjau dari segi etimologi merupakan bentuk jama’ dari kata (خُلُق) yang berarti perangai, tingkah laku, tabiat, atau budi pekerti. Dalam pengertian terminologis, akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia yang muncul spontan dalam tingkah laku hidup sehari-hari.
Dalam konsep bahasa Indonesia, akhlak semakna dengan istilah etika atau moral. Akhlak merupakan satu fundamen penting dalam ajaran Islam, sehingga Rasulullah Saw. menegaskan dalam sebuah hadis bahwa tujuan diutusnya beliau adalah untuk memperbaiki dan menyempurnakan akhlak mulia.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلَاقِ )رواه احمد(
“Dari Abu Hurairah berkata; Rasulullah Saw. bersabda: "Bahwasanya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik. (HR.  Ahmad)
      Nabi Muhammad Saw. adalah model dan suri tauladan bagi umat dalam bertingkah laku dengan akhlak mulia (karimah). Al-Qur’an merupakan sumber ajaran tentang akhlak mulia itu. Dan beliau merupakan manusia yang dapat menerapkan ajaran akhlak dari Al-Qur’an tersebut menjadi kepribadian beliau. Sehingga wajarlah ketika Aisyah Ra. ditanya oleh seorang sahabat tentang akhlak beliau, lalu Aisyah ra. menjawab dengan menyatakan كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْءَانُ (akhlak beliau adalah Al-Qur’an).
Ayat-ayat Al-Qur’an yang menyatakan tentang ajaran akhlak Nabi Muhammad Saw. antara lain adalah :
a.    Artinya:Dan sesungguhnya engkau benar-benar, berbudi pekerti yang luhur. (QS. al-Qalam [68]: 4).

b.    Artinya:“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah. (QS. al-Ahzab [33]: 21)
4.      Hukum
Hukum sebagai salah satu isi pokok ajaran Al-Qur’an berisi kaidah-kaidah dan ketentuan-ketentuan dasar dan menyeluruh bagi umat manusia. Tujuannya adalah untuk memberikan pedoman kepada umat manusia agar kehidupannya menjadi adil, aman, tenteram, teratur, sejahtera, bahagia, dan selamat di dunia maupun di akhirat kelak.
Sebagai sumber hukum ajaran Islam, Al-Qur’an banyak memberikan ketentuan-ketentuan hukum yang harus dijadikan pedoman dalam menetapkan hukum baik secara global (mujmal) maupun terperinci (tafsil). Beberapa ayat-ayat Al-Qur’an yang berisi ketentuan hukum antara lain adalah :
Artinya:Sungguh, Kami telah menurunkan Kitab (Al-Qur'an) kepadamu (Muhammad) membawa kebenaran, agar engkau   mengadili antara manusia dengan apa yang telah diajarkan Allah kepadamu, dan janganlah engkau menjadi penentang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang yang berkhianat” (QS. an-Nisa’ [4]: 105)
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.” (QS. al-Maidah [5]: 90)
Ketentuan-ketentuan hukum lain yang dijelaskan dalam ayat-ayat Al-Qur’an adalah meliputi :
a).   Hukum perkawinan, antara lain dijelaskan dalam QS. al-Baqarah: 221; QS. al-Maidah: 5; QS.an-Nisa’: 22-24; QS.an-Nur: 2; QS. al-Mumtahanah:10-11.
b).   Hukum waris, antara lain dijelaskan dalam QS. an-Nisw’: 7-12 dan 176, QS. al-Baqarah:180; QS. al-Maidah:106
c).    Hukum perjanjian, antara lain dijelaskan dalam QS. al-Baqarah: 279, 280 dan 282; QS. al-Anfal: 56 dan 58; QS. at-Taubah: 4
d).   Hukum pidana, antara lain dijelaskan dalam QS. al-Baqarah: 178; QS. an-Nisw’: 92 dan 93; QS. al-Maidah: 38; QS. Yynus: 27; QS. al-Isrw’: 33; QS. asy-Syu’ara: 40
e).   Hukum perang, antara lain dijelaskan dalam QS. al-Baqarah: 190-193; QS. al-Anfal: 39 dan 41; QS. at-Taubah: 5,29 dan 123, QS. al-Hajj: 39 dan 40
f).      Hukum antarbangsa, antara lain dijelaskan dalam QS. al-Hujurwt: 13
5.      Sejarah / Kisah Umat Masa Lalu
Al-Qur’an sebagai kitab suci bagi umat Islam banyak menjelaskan tentang sejarah atau kisah umat pada masa lalu. Sejarah atau kisah-kisah tersebut bukan hanya sekedar cerita atau dongeng semata, tetapi dimaksudkan untuk menjadi ‘ibrah (pelajaran) bagi umat Islam. Ibrah tersebut kemudian dapat dijadikan dapat menjadi petunjuk untuk dapat menjalani kehidupan agar senantiasa sesuai dengan petunjuk dan keridhaan Allah Swt.
Artinya: "Sungguh, pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang yang mempunyai akal. (Al-Qur'an) itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya, menjelaskan segala sesuatu, dan (sebagai) petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman." (QS. Yysuf [12]: 111).
Al-Qur’an telah banyak menggambarkan umat-umat terdahulu baik yang iman dan taat kepada Allah Swt. maupun yang ingkar dan ma’siat kepada-Nya. Diharapkan dengan memperhatikan kisah umat terdahulu, umat Islam bisa mencontoh umat-umat yang taat kepada Allah Swt. dan menghindari perbuatan ma’siat kepada-Nya. Bagi umat yang beriman dan taat kepada Allah Swt., Allah Swt. telah memberikan kebaikan dan keberkahan dalam hidup mereka, sebaliknya bagi yang ingkar dan ma’siat kepada-Nya, Allah Swt telah memberikan azab-Nya.
Ayat-ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang sejarah atau kisah umat terdahulu antara lain :
Artinya:
37. “Dan (telah Kami binasakan) kaum Nuh ketika mereka mendustakan para rasul. Kami tenggelamkam mereka dan Kami jadikan (cerita) mereka itu pelajaran bagi manusia. Dan Kami telah sediakan bagi orang-orang zalim azab yang pedih;
38. dan (telah Kami binasakan) kaum ‘Ad dan Samūd dan penduduk Rass serta banyak (lagi) generasi di antara (kaum-kaum) itu.
39. Dan masing-masing telah Kami jadikan perumpamaan dan masing-masing telah Kami hancurkan sehancur-hancurnya.” (QS. al-Furqan [25]: 37-39)
6.      Dasar-dasar Ilmu Pengetahuan (Sains) Dan Teknologi
Al-Qur’an adalah kitab suci ilmiah. Banyak ayat yang memberikan isyarat-isyarat ilmu pengetahuan (sains) dan teknologi yang bersifat potensial untuk kemudian dapat dikembangkan guna kemaslahatan dan kesejahteraan hidup manusia. Allah Swt. yang Maha memberi ilmu telah mengajarkan kepada umat manusia untuk dapat menjalani hidup dan memenuhi kebutuhan hidupnya dengan baik. Al-Qur’an menekankan betapa pentingnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal itu diisyaratkan pada saat ayat Al-Qur’an untuk pertama kalinya diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. yaitu QS. al-‘Alaq: 1-5 :
Artinya:
1.   Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan,
2.   Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3.   Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia,
4.   Yang mengajar (manusia) dengan pena.
5.   Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.  (QS. al-‘Alaq [96]: 1-5)
Ayat yang pertama kali diturunkan tersebut diawali dengan perintah untuk membaca. Membaca adalah satu faktor terpenting dalam proses belajar untuk menguasai suatu ilmu pengetahuan. Ini mengindikasikan bahwa Al-Qur’an menekankan betapa pentingnya membaca dalam upaya mencari dan menguasai ilmu pengetahuan.
Ayat lain yang berisi dorongan untuk menguasai ilmu pengetahuan juga dijelaskan dalam QS. al-Mujadilah ayat 11.
Artinya: “….niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan..” (QS. al-Mujwdilah/58: 11).
Al-Qur’an banyak mendorong umat manusia untuk menggali, meneliti dan mengembangkan isyarat-isyarat ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kepentingan dan kesejahteraan hidupnya. Isyarat-isyarat ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut diantara berkenaan dengan ilmu kedokteran, farmasi, pertanian, matematika, fisika, kimia, biologi, ilmu anatomi tubuh, teknologi perkepalan, teknologi pesawat terbang, dan lain sebagainya.
Hal penting untuk diingat bahwa dalam kurun waktu sejarah umat manusia, Islam telah melahirkan banyak cendekiawan muslim yang telah berhasil menemukan berbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi berkat ketelitian mereka dalam menggali isyarat ilmu pengetahuan dalam Al-Qur’an. Di antara cendekiawan-cendekiawan muslim tersebut ialah: Ibnu Rusyd, Al-Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Maskawaih, Al-Khawarizmi, dan lain-lain. Bahkan penemuan-penemuan ilmu pengetahuan yang mereka hasilkan telah banyak mengilhami bangsa barat dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang berkembang hingga saat ini.
7.        Perilaku Orang yang menjadikan Al-Qur'an sebagai Pedoman dalam Kehidupan Sehari-hari.
Al-Qur`an adalah wahyu Allah terakhir kepada umat manusia. Kitab suci ini mengandung semua kunci untuk membuka pengetahuan Allah yang tidak terbatas (Q.S. Al-Kahfi [18]:109). Al-Qur`an adalah petunjuk Allah bagi orang yang bertakwa dan tidak ada keraguan di dalamnya. (QS. Al-Baqarah [2]: 2).
Orang yang menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman dalam hidupnya selalu mempelajari Al-Qur’an. Dengan mempelajari Al-Quran, seseorang akan terlepas dari kebodohan dan kesesatan dalam mengarungi kehidupan ini. Dengan Al-Quran, hati akan lembut dan terhindar dari penyakit-penyakit hati atau ruhani. Dada akan senantiasa lapang dan luas dalam menerima petunjuk-petunjuk dan titah-titah ketuhanan. Akal pikiran menjadi cerdas dan terbebas dari kesesatan berpikir picik dan dangkal. Perilaku akan terhindar dari gerak jiwa yang dapat mendatangkan petaka dan kerugian bagi diri, orang lain maupun linkungannya. Seluruh aktivitas diri akan senantiasa terarah dari dan menuju kebenaran. Rasulullah Saw. bersabda : “Sebaik-baik manusia adalah siapa yang belajar Al-Quran dan mengajarkannya kepada orang lain”. (H.R. Bukhari dari Usman ibn `Affan Ra).
Al-Qur’an merupakan jaring yang ditebarkan oleh Yang Maha Tunggal untuk menarik kaum pria dan wanita yang tersesat di dalam dunia ini agar kembali kepada sumber Ilahi mereka. Al-Qur`an adalah peta dan petunjuk kehidupan. Hidup dalam sinaran petunjuk Al-Qur’an dan mematuhi ketentuan-ketentuannya merupakan kunci untuk mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan, baik di dunia maupun di akhirat.
Untuk bisa hidup dalam sinaran petunjuk Al-Quran, manusia haruslah melakukan iqra’. Iqra` terambil dari akar kata qara`a yang berarti “menghimpun”,  sehingga tidak harus selalu diartikan “membaca teks tertulis dengan aksara tertentu”.  Dari “menghimpun” lahir aneka ragam makna, seperti menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu , dan membaca, baik teks tertulis maupun tidak.
Melakukan iqra` terhadap Al-Quran berarti kita melakukan aktivitas membaca, menelaah, menganalisa, memahami, mendalami, menyelami, mengamalkan dan mengambil hikmah dalam kehidupan. Aktivitas ini merupakan perpaduan antara kinerja qalbu (hati) dan akal.
            Membaca teks Al-Quran adalah aktivitas awal dan fondasi awal dalam melakukan iqra`. Aktivitas ini meliputi mengenal huruf Al-Qur’an dan cara mengucapkannya; cara membacanya, memanjangkan yang seharusnya dibaca panjang dan memendekkan yang seharusnya dibaca pendek (tajwid Al-Qur’an).
Aktivitas membaca teks yang sudah benar mengantarkan pembacanya untuk tahapan selanjutnya yaitu menelaah, memahami, menganalisa, dan mendalami Al-Quran. Aktivitas ini dimulai dengan mempelajari makna kata-kata Al-Quran, atau apa yang biasa disebut dengan belajar tarjamah Al-Quran. Setelah mengerti makna tiap-tiap kata dari ayat Al-Quran, maka langkah selanjutnya adalah mencoba menafsirkankan dengan bantuan atau rujukan kepada kitab-kitab tafsir yang ada sebagai upaya dari proses “menelaah, memahami, menganalisa, dan mendalami” Al-Qur’an.
Setelah proses pertama dan kedua selesai, maka proses ketiga adalah mengamalkan dan menjadikannya akhlak dalam kehidupan sehari-hari. Proses ini sering disebut sebagai upaya untuk “membumikan” Al-Quran. Al-Quran tidak lagi hanya kumpulan teks atau firman Tuhan yang terdiri dari 30 Juz dan 114 Surah, tetapi merupakan sumber inspirasi dan pedoman hidup manusia dalam mengarungi kehidupan mereka. Al-Quran tidak lagi hanya sebagai ajaran yang melangit tetapi sudah membumi lewat umat Islam yang akhlak dan perilakunya sesuai dengan ajaran Al-Qur’an.



Sumber : Mukarom Faisal Rosidin, dkk. 2013. AL-QUR’AN HADIS Untuk Kelas X Madrasah Aliyah IPA, IPS, Bahasa. Bandung: KEMENTERIAN AGAMA RI.

Cari Blog Ini