BAB IV
POKOK-POKOK ISI
KITAB-KU
Isi kandungan Al-Qur’an
itu selanjutnya dapat digali dan dikembangkan menjadi berbagai bidang. Dalam
bab ini akan diuraikan isi kandungan Al-Qur’an secara garis besar yaitu
meliputi :
1.
Akidah
Secara
etimologi akidah berarti kepercayaan atau keyakinan. Bentuk
jamak Akidah
(‘Aqidah) adalah aqa’id. Akidah juga disebut dengan istilah keimanan.
Orang yang berakidah berarti orang yang beriman (mukmin). Akidah secara
terminologi didefinisikan sebagai suatu kepercayaan yang harus diyakini dengan
sepenuh hati, dinyatakan dengan lisan dan dimanifestasikan dalam bentuk amal
perbuatan. Akidah Islam adalah
keyakinan berdasarkan ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadis.
Seorang yang menyatakan diri berakidah Islam tidak hanya cukup mempercayai dan
meyakini keyakinan dalam hatinya, tetapi harus menyatakannya dengan lisan dan
harus mewujudkannya dalam bentuk amal perbuatan (amal shalih) dalam
kehidupannya sehari-hari.
Inti
pokok ajaran akidah adalah masalah tauhid, yakni keyakinan bahwa Allah
Maha Esa. Setiap muslim wajib meyakini ke-Maha Esa-an Allah. Orang yang tidak
meyakini ke-Maha Esa-an Allah berarti ia kafir, dan apabila meyakini
adanya Tuhan selain Allah dinamakan musyrik. Dalam akidah Islam, di
samping kewajiban untuk meyakini bahwa Allah itu Esa, juga ada kewajiban untuk
meyakini rukun-rukun iman yang lain. Tidak dibenarkan apabila seseorang yang
mengaku berakidah/beriman apabila dia hanya mengimani Allah saja, atau meyakini
sebagian dari rukun iman saja. Rukun iman yang wajib diyakini tersebut adalah:
iman kepada Allah Swt, iman kepada malaikat-malaikat Allah, iman kepada
kitab-kitab Allah, iman kepada rasul-rasul Allah, iman kepada hari akhir, dan
iman kepada qaia’ dan qadar.
Al-Qur’an
banyak menjelaskan tentang pokok-pokok ajaran akidah yang terkandung di
dalamnya, di antaranya adalah sebagai berikut :
a. (QS.
al-Ikhlas [112]: 1-4):
1.
Katakanlah (Muhammad), ”Dialah Allah, Yang Maha Esa
2. Allah tempat meminta segala sesuatu.
3. (Allah) tidak beranak dan tidak pula
diperanakkan.
4. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia.”
b. (QS. al-Baqarah [2]: 163)
Artinya: “Dan Tuhan kamu adalah Tuhan Yang
Maha Esa, tidak ada tuhan selain Dia, Yang
Maha Pengasih, Maha Penyayang.”
c. (QS. al-Baqarah [2]: 285)
Artinya: “Rasul (Muhammad) beriman kepada apa
yang diturunkan kepadanya (Al-Qur'an)
dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semua beriman kepada
Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya
dan rasul-rasul-Nya. (Mereka berkata), ”Kami tidak membeda-bedakan seorang pun dari rasul-rasul-Nya.” Dan
mereka berkata, ”Kami dengar dan kami taat.
Ampunilah kami Ya Tuhan kami, dan kepada-Mu tempat (kami) kembali.”
2.
Ibadah
dan Muamalah
Ibadah
berasal dari kataعِبَادَةً /عَبَدَ – يَعْبُدُ – عَبْدًا artinya mengabdi atau
menyembah. Yang dimaksud ibadah adalah menyembah atau mengabdi
sepenuhnya kepada Allah Swt. dengan tunduk, taat dan patuh kepada-Nya. Ibadah
merupakan bentuk kepatuhan dan ketundukan yang ditimbulkan oleh perasaan yakin
terhadap kebesaran Allah Swt., sebagai satu-satunya Tuhan yang berhak disembah.
Karena keyakinan bahwa Allah Swt. mempunyai kekuasaan mutlak.
Dalam
Al-Qur’an dijelaskan bahwa tujuan penciptaan jin dan manusia tidak lain adalah
untuk beribadah kepada Allah Swt. Firman Allah Swt:
Artinya: “Aku tidak menciptakan jin
dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. ak- jariyat [51] : 56)
Manusia
harus menyadari bahwa dirinya ada karena diciptakan oleh Allah Swt., oleh sebab
itu manusia harus sadar bahwa dia membutuhkan Allah Swt. Dan kebutuhan terhadap
Allah itu diwujudkan dengan bentuk beribadah kepada-Nya. Hanya kepada-Nya
manusia menyembah dan meminta pertolongan. Sebagaimana firman Allah:
Artinya:
“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon
pertolongan.” (QS. al-Fatihah [1]: 5)
Ibadah
dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu : ibadah mahiah dan ghairu mahiah. Ibadah mahiah artinya ibadah khusus yang tata caranya sudah
ditentukan, seperti: shalat, puasa, zakat dan haji. Sedangkan ibadah ghairu
mahiah artinya ibadah yang bersifat umum, tata
caranya tidak ditentukan secara khusus, yang bertujuan untuk mencari ridha
Allah Swt., misalnya: silaturrahim, bekerja mencari rizki yang halal diniati
ibadah, belajar untuk menuntut ilmu, dan sebagainya.
Selain
beribadah kepada Allah Swt. karena kesadaran manusia sebagai makhluk ciptaan
Allah Swt., manusia juga memiliki kecenderungan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya bersama manusia
lainnya. Maka Al-Qur’an tidak hanya memberikan ajaran tentang ibadah sebagai
wujud kebutuhan manusia terhadap Allah Swt. (حَبْلٌ مِنَ اللهِ), tetapi juga mengatur
bagaimana memenuhi kebutuhan dalam hubungannya dengan manusia lain (حَبْلٌ مِنَ النَّاسِ). Misalnya:
sillaturrahim, jual beli, hutang piutang, sewa menyewa, dan kegiatan lain dalam
kehidupan bermasyarakat. Kegiatan dalam hubungan antar manusia ini disebut
dengan mu’amalah.
Dalam
Al-Qur’an banyak ditemukan ajaran tentang tata cara bermu’amalah, antara
lain:
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan
utang piutang untuk waktu yang ditentukan,
hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu
menuliskannya dengan benar....” (QS.
al-Baqarah [2]: 282)
3.
Akhlak
Akhlak (اَخْلاَقٌ)
ditinjau dari segi etimologi merupakan bentuk jama’ dari kata (خُلُق)
yang berarti perangai, tingkah laku, tabiat, atau budi pekerti. Dalam pengertian terminologis, akhlak adalah
sifat yang tertanam dalam jiwa manusia yang muncul spontan dalam tingkah laku
hidup sehari-hari.
Dalam
konsep bahasa Indonesia, akhlak semakna dengan istilah etika atau moral. Akhlak
merupakan satu fundamen penting dalam ajaran Islam, sehingga Rasulullah Saw.
menegaskan dalam sebuah hadis bahwa tujuan diutusnya beliau adalah untuk
memperbaiki dan menyempurnakan akhlak mulia.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ
صَالِحَ الْأَخْلَاقِ )رواه احمد(
“Dari Abu Hurairah
berkata; Rasulullah Saw. bersabda: "Bahwasanya aku diutus untuk
menyempurnakan akhlak yang baik. (HR. Ahmad)
Nabi Muhammad Saw. adalah model dan suri
tauladan bagi umat dalam bertingkah laku dengan akhlak mulia (karimah). Al-Qur’an
merupakan sumber ajaran tentang akhlak mulia itu. Dan beliau merupakan manusia
yang dapat menerapkan ajaran akhlak dari Al-Qur’an tersebut menjadi kepribadian
beliau. Sehingga wajarlah ketika Aisyah Ra. ditanya oleh seorang sahabat
tentang akhlak beliau, lalu Aisyah ra. menjawab dengan menyatakan كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْءَانُ (akhlak
beliau adalah Al-Qur’an).
Ayat-ayat
Al-Qur’an yang menyatakan tentang ajaran akhlak Nabi Muhammad Saw. antara lain
adalah :
a.
Artinya: “Dan sesungguhnya engkau benar-benar, berbudi
pekerti yang luhur.” (QS. al-Qalam [68]: 4).
b.
Artinya:“Sungguh,
telah ada pada (diri) Rasulullah itu
suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.” (QS. al-Ahzab [33]: 21)
4.
Hukum
Hukum
sebagai salah satu isi pokok ajaran Al-Qur’an berisi kaidah-kaidah dan
ketentuan-ketentuan dasar dan menyeluruh bagi umat manusia. Tujuannya adalah
untuk memberikan pedoman kepada umat manusia agar kehidupannya menjadi adil,
aman, tenteram, teratur, sejahtera, bahagia, dan selamat di dunia maupun di
akhirat kelak.
Sebagai
sumber hukum ajaran Islam, Al-Qur’an banyak memberikan ketentuan-ketentuan
hukum yang harus dijadikan pedoman dalam menetapkan hukum baik secara global (mujmal)
maupun terperinci (tafsil). Beberapa ayat-ayat Al-Qur’an yang berisi
ketentuan hukum antara lain adalah :
Artinya:
“Sungguh, Kami telah menurunkan Kitab
(Al-Qur'an) kepadamu (Muhammad) membawa kebenaran, agar engkau mengadili antara manusia dengan apa yang
telah diajarkan Allah kepadamu, dan janganlah engkau menjadi penentang (orang yang tidak bersalah), karena (membela)
orang yang berkhianat” (QS. an-Nisa’ [4]: 105)
Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi,
(berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah
perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah
(perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.” (QS. al-Maidah [5]: 90)
Ketentuan-ketentuan
hukum lain yang dijelaskan dalam ayat-ayat Al-Qur’an adalah meliputi :
a). Hukum perkawinan, antara lain dijelaskan dalam
QS. al-Baqarah: 221; QS. al-Maidah: 5; QS.an-Nisa’: 22-24; QS.an-Nur: 2; QS.
al-Mumtahanah:10-11.
b). Hukum waris, antara lain dijelaskan dalam QS.
an-Nisw’: 7-12 dan 176, QS. al-Baqarah:180; QS. al-Maidah:106
c). Hukum perjanjian, antara lain dijelaskan dalam
QS. al-Baqarah: 279, 280 dan 282; QS. al-Anfal: 56 dan 58; QS. at-Taubah: 4
d). Hukum pidana, antara lain dijelaskan dalam QS.
al-Baqarah: 178; QS. an-Nisw’: 92 dan 93; QS. al-Maidah: 38; QS. Yynus: 27; QS. al-Isrw’: 33; QS. asy-Syu’ara: 40
e). Hukum perang, antara lain dijelaskan dalam QS.
al-Baqarah: 190-193; QS. al-Anfal: 39 dan 41; QS. at-Taubah: 5,29 dan 123, QS.
al-Hajj: 39 dan 40
f). Hukum antarbangsa, antara lain dijelaskan
dalam QS. al-Hujurwt: 13
5.
Sejarah
/ Kisah Umat Masa Lalu
Al-Qur’an
sebagai kitab suci bagi umat Islam banyak menjelaskan tentang sejarah atau
kisah umat pada masa lalu. Sejarah atau kisah-kisah tersebut bukan hanya
sekedar cerita atau dongeng semata, tetapi dimaksudkan untuk menjadi ‘ibrah
(pelajaran) bagi umat Islam. Ibrah tersebut kemudian dapat dijadikan dapat
menjadi petunjuk untuk dapat menjalani kehidupan agar senantiasa sesuai dengan
petunjuk dan keridhaan Allah Swt.
Artinya: "Sungguh,
pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang yang mempunyai akal.
(Al-Qur'an) itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, tetapi membenarkan
(kitab-kitab) yang sebelumnya, menjelaskan segala sesuatu, dan (sebagai)
petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman." (QS. Yysuf [12]: 111).
Al-Qur’an telah banyak menggambarkan umat-umat terdahulu
baik yang iman dan taat kepada Allah Swt. maupun yang ingkar dan ma’siat
kepada-Nya. Diharapkan dengan memperhatikan kisah umat terdahulu, umat Islam
bisa mencontoh umat-umat yang taat kepada Allah Swt. dan menghindari perbuatan
ma’siat kepada-Nya. Bagi umat yang beriman dan taat kepada Allah Swt., Allah
Swt. telah memberikan kebaikan dan keberkahan dalam hidup mereka, sebaliknya
bagi yang ingkar dan ma’siat kepada-Nya, Allah Swt telah memberikan azab-Nya.
Ayat-ayat
Al-Qur’an yang menjelaskan tentang sejarah atau kisah umat terdahulu antara
lain :
Artinya:
37. “Dan
(telah Kami binasakan) kaum Nuh ketika mereka mendustakan para rasul. Kami tenggelamkam mereka dan Kami jadikan
(cerita) mereka itu pelajaran bagi manusia. Dan Kami telah sediakan bagi
orang-orang zalim azab yang pedih;
38. dan (telah Kami binasakan) kaum ‘Ad
dan Samūd dan penduduk Rass serta banyak (lagi) generasi di antara (kaum-kaum)
itu.
39. Dan masing-masing telah Kami jadikan
perumpamaan dan masing-masing telah Kami hancurkan sehancur-hancurnya.”
(QS. al-Furqan [25]:
37-39)
6.
Dasar-dasar
Ilmu Pengetahuan (Sains) Dan Teknologi
Al-Qur’an
adalah kitab suci ilmiah. Banyak ayat yang memberikan isyarat-isyarat ilmu
pengetahuan (sains) dan teknologi yang bersifat potensial untuk kemudian
dapat dikembangkan guna kemaslahatan dan kesejahteraan hidup manusia. Allah
Swt. yang Maha memberi ilmu telah mengajarkan kepada umat manusia untuk dapat
menjalani hidup dan memenuhi kebutuhan hidupnya dengan baik. Al-Qur’an
menekankan betapa pentingnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal itu
diisyaratkan pada saat ayat Al-Qur’an untuk pertama kalinya diturunkan kepada
Nabi Muhammad Saw. yaitu QS. al-‘Alaq: 1-5 :
Artinya:
1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan,
2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal
darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia,
4. Yang
mengajar (manusia) dengan pena.
5. Dia
mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. al-‘Alaq [96]: 1-5)
Ayat
yang pertama kali diturunkan tersebut diawali dengan perintah untuk membaca.
Membaca adalah satu faktor terpenting dalam proses belajar untuk menguasai
suatu ilmu pengetahuan. Ini mengindikasikan bahwa Al-Qur’an menekankan betapa
pentingnya membaca dalam upaya mencari dan menguasai ilmu pengetahuan.
Ayat
lain yang berisi dorongan untuk menguasai ilmu pengetahuan juga dijelaskan
dalam QS. al-Mujadilah ayat 11.
Artinya: “….niscaya
Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Mahateliti apa yang
kamu kerjakan..” (QS. al-Mujwdilah/58: 11).
Al-Qur’an banyak mendorong umat manusia untuk menggali, meneliti dan
mengembangkan isyarat-isyarat ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kepentingan
dan kesejahteraan hidupnya. Isyarat-isyarat ilmu pengetahuan dan teknologi
tersebut diantara berkenaan dengan ilmu kedokteran, farmasi, pertanian,
matematika, fisika, kimia, biologi, ilmu anatomi tubuh, teknologi perkepalan,
teknologi pesawat terbang, dan lain sebagainya.
Hal
penting untuk diingat bahwa dalam kurun waktu sejarah umat manusia, Islam telah
melahirkan banyak cendekiawan muslim yang telah berhasil menemukan berbagai
bidang ilmu pengetahuan dan teknologi berkat ketelitian mereka dalam menggali
isyarat ilmu pengetahuan dalam Al-Qur’an. Di antara cendekiawan-cendekiawan
muslim tersebut ialah: Ibnu Rusyd, Al-Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Maskawaih,
Al-Khawarizmi, dan lain-lain. Bahkan penemuan-penemuan ilmu pengetahuan yang
mereka hasilkan telah banyak mengilhami bangsa barat dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi modern yang berkembang hingga saat ini.
7.
Perilaku
Orang yang menjadikan Al-Qur'an sebagai
Pedoman dalam
Kehidupan Sehari-hari.
Al-Qur`an
adalah wahyu Allah terakhir kepada umat manusia. Kitab suci ini mengandung
semua kunci untuk membuka pengetahuan Allah yang tidak terbatas (Q.S. Al-Kahfi
[18]:109). Al-Qur`an adalah petunjuk Allah bagi orang yang bertakwa dan tidak ada
keraguan di dalamnya. (QS. Al-Baqarah [2]: 2).
Orang
yang menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman dalam hidupnya selalu mempelajari
Al-Qur’an. Dengan mempelajari Al-Quran, seseorang akan terlepas dari kebodohan
dan kesesatan dalam mengarungi kehidupan ini. Dengan Al-Quran, hati akan lembut
dan terhindar dari penyakit-penyakit hati atau ruhani. Dada akan senantiasa
lapang dan luas dalam menerima petunjuk-petunjuk dan titah-titah ketuhanan.
Akal pikiran menjadi cerdas dan terbebas dari kesesatan berpikir picik dan
dangkal. Perilaku akan terhindar dari gerak jiwa yang dapat mendatangkan petaka
dan kerugian bagi diri, orang lain maupun linkungannya. Seluruh aktivitas diri
akan senantiasa terarah dari dan menuju kebenaran. Rasulullah Saw. bersabda : “Sebaik-baik
manusia adalah siapa yang belajar Al-Quran dan mengajarkannya kepada orang
lain”. (H.R. Bukhari dari Usman ibn `Affan Ra).
Al-Qur’an
merupakan jaring yang ditebarkan oleh Yang Maha Tunggal untuk menarik kaum pria
dan wanita yang tersesat di dalam dunia ini agar kembali kepada sumber Ilahi
mereka. Al-Qur`an adalah peta dan petunjuk kehidupan. Hidup dalam sinaran
petunjuk Al-Qur’an dan mematuhi ketentuan-ketentuannya merupakan kunci untuk
mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan, baik di dunia maupun di akhirat.
Untuk
bisa hidup dalam sinaran petunjuk Al-Quran, manusia haruslah melakukan iqra’.
Iqra` terambil dari akar kata qara`a yang berarti
“menghimpun”, sehingga tidak harus
selalu diartikan “membaca teks tertulis dengan aksara tertentu”. Dari “menghimpun” lahir aneka ragam makna,
seperti menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu ,
dan membaca, baik teks tertulis maupun tidak.
Melakukan
iqra` terhadap Al-Quran berarti kita melakukan aktivitas membaca,
menelaah, menganalisa, memahami, mendalami, menyelami, mengamalkan dan
mengambil hikmah dalam kehidupan. Aktivitas ini merupakan perpaduan antara
kinerja qalbu (hati) dan akal.
Membaca
teks Al-Quran adalah aktivitas awal dan fondasi awal dalam melakukan iqra`.
Aktivitas ini meliputi mengenal huruf Al-Qur’an dan cara mengucapkannya; cara
membacanya, memanjangkan yang seharusnya dibaca panjang dan memendekkan yang
seharusnya dibaca pendek (tajwid Al-Qur’an).
Aktivitas
membaca teks yang sudah benar mengantarkan pembacanya untuk tahapan selanjutnya
yaitu menelaah, memahami, menganalisa, dan mendalami Al-Quran. Aktivitas ini
dimulai dengan mempelajari makna kata-kata Al-Quran, atau apa yang biasa
disebut dengan belajar tarjamah Al-Quran. Setelah mengerti makna tiap-tiap kata
dari ayat Al-Quran, maka langkah selanjutnya adalah mencoba menafsirkankan
dengan bantuan atau rujukan kepada kitab-kitab tafsir yang ada sebagai upaya
dari proses “menelaah, memahami, menganalisa, dan mendalami” Al-Qur’an.
Setelah
proses pertama dan kedua selesai, maka proses ketiga adalah mengamalkan dan
menjadikannya akhlak dalam kehidupan sehari-hari. Proses ini sering disebut
sebagai upaya untuk “membumikan” Al-Quran. Al-Quran tidak lagi hanya kumpulan
teks atau firman Tuhan yang terdiri dari 30 Juz dan 114 Surah, tetapi merupakan
sumber inspirasi dan pedoman hidup manusia dalam mengarungi kehidupan mereka.
Al-Quran tidak lagi hanya sebagai ajaran yang melangit tetapi sudah membumi
lewat umat Islam yang akhlak dan perilakunya sesuai dengan ajaran Al-Qur’an.
Sumber : Mukarom Faisal Rosidin, dkk. 2013. AL-QUR’AN
HADIS Untuk Kelas X Madrasah Aliyah IPA, IPS, Bahasa. Bandung: KEMENTERIAN AGAMA RI.
Mantapp eyy makasih
BalasHapus