BAB II
BETAPA OTENTIKNYA
KITAB-KU
1. Al-Qur’an
Merupakan Mu’jizat
Secara etimologi kata Mu’jizat
berbentuk isim fw’il yang berasal dari kata:
اَعْجَزَ – يُعْجِزُ –
اِعْجَازً – مُعْجِزٌ / مُعْجِزَةٌ
yang
berarti melemahkan atau mengalahkan lawan. Mu’jizat juga
diartikan sebagai sesuatu yang menyalahi tradisi atau kebiasaan (sesuatu yang
luar biasa).
Secara terminologi, Manna’ Qahhan
mendefinisikan mukjizat sebagai berikut:
اَلْمُعْجِزَةُ
هِيَ اَمْرٌ خَارِقٌ لِلْعَـادَةِ مَقْرُوْنٌ بِالتَّحَدِّى سَالِمٌ عَنِ
الْمُعَارَضَةِ
Mu’jizat adalah sesuatu yang menyalahi kebiasaan
disertai dengan tantangan dan selamat dari perlawanan.
Mu’jizat hanya diberikan oleh Allah Swt.
kepada para Nabi dan Rasul-Nya dalam menyampaikan risalah Ilahi terutama
untuk menghadapi umatnya yang menolak atau tidak mengakui kerasulan mereka.
Mu’jizat berfungsi sebagai bukti atas kebenaran pengakuan kenabian dan
kerasulan mereka, bahwa mereka adalah benar-benar para nabi dan rasul (utusan)
Allah yang membawa risalah kebenaran dari Allah Swt. Adapun tujuan diberikannya
mu’jizat adalah agar para Nabi dan Rasul mampu melemahkan dan mengalahkan
orang-orang kafir yang menentang dan tidak mengakui atas kebenaran kenabian dan
kerasulan mereka.
Secara umum mu’jizat para Nabi dan Rasul
itu berkaitan dengan masalah yang dianggap mempunyai nilai tinggi dan diakui
sebagai suatu keunggulan oleh masing-masing umatnya pada masa itu. Misalnya,
zaman Nabi Musa as. adalah zaman keunggulan tukang-tukang sihir, maka mu’jizat
utamanya adalah untuk mengalahkan tukang-tukang sihir tersebut. Zaman Nabi Isa
as. adalah zaman kemajuan ilmu kedokteran, maka mu’jizat utamanya adalah mampu
menyembuhkan penyakit yang tidak dapat disembuhkan pengobatan biasa, yaitu
menyembuhkan orang yang buta sejak dalam kandungan dan orang yang berpenyakit
sopak atau kusta, serta menghidupkan orang yang sudah mati. Dan zaman Nabi
Muhammad Saw. adalah zaman keemasan kesusastraan Arab, maka mu’jizat utamanya
adalah Al-Qur’an, kitab suci yang ayat-ayatnya mengandung nilai sastra yang
amat tinggi, sehingga tidak ada seorang manusiapun dapat membuat serupa dengan
Al-Qur’an.
2. Syarat-syarat
Mu’jizat
Suatu kejadian atau peristiwa
dikatakan sebagai mu’jizat apabila memenuhi syarat-syarat berikut:
a. Mu’jizat
adalah sesuatu yang tidak sanggup dilakukan oleh siapapun selain Allah Swt.
b. Mu’jizat
adalah sesuatu yang menyalahi kebiasaan atau tidak sesuai dengan kebiasaan dan
berlawanan dengan hukum alam.
c. Mu’jizat
harus berupa hal yang dijadikan saksi oleh seseorang yang mengaku membawa risalah
Ilahi sebagai bukti atas kebenaran pengakuannya.
d. Mu’jizat
terjadi bertepatan dengan pengakuan Nabi yang mengajak bertanding menggunakan
mu’jizat tersebut.
e. Tidak
ada seorang manusiapun, bahkan jin sekalipun yang dapat membuktikan dan membandingkan
dalam pertandingan tersebut.
Kelima syarat tersebut di atas bila
terpenuhi, maka suatu hal yang timbul di luar kebiasaan adalah merupakan
mu’jizat yang menyatakan atas kenabian atau kerasulan orang yang
mengemukakannya dan mu’jizat akan muncul dari tangannya.
3. Macam-macam
Mu’jizat
Mu’jizat dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu :
a. Mu’jizat
oissi, ialah mu’jizat yang dapat dilihat oleh
mata, didengar oleh telinga, dicium oleh hidung, diraba oleh tangan, dan atau
dirasa oleh lidah, tegasnya dapat dicapai dan ditangkap oleh pancaindera.
Mu’jizat ini sengaja ditunjukkan atau diperlihatkan manusia biasa, yakni mereka
yang tidak biasa menggunakan kecerdasan akal fikirannya, yang tidak cakap
padangan mata hatinya dan yang rendah budi dan perasaanya. Karena bisa dicapai
dengan panca indera, maka mu’jizat ini bisa juga disebut mu’jizat inderawi.
Mu’jizat pissi ini dibatasi oleh
ruang dan waktu, artinya hanya diperlihatkan kepada umat tertentu dan di masa
tertentu.
b. Mu’jizat
ma’nawi ialah mu’jizat yang tidak mungkin dapat
dicapai dengan kekuatan panca indera, tetapi harus dicapai dengan kekuatan “’aqli”
atau dengan kecerdasan pikiran. Karena orang tidak akan mungkin mengenal
mu’jizat ma’nawi ini melainkan orang yang berpikir sehat, cerdas,
bermata hati, berbudi luhur dan yang suka mempergunakan kecerdasan fikirannya
dengan jernih serta jujur. Karena harus menggunakan akal fikiran untuk
mencapainya, maka bisa disebut juga mu’jizat ‘aqli atau mu’jizat
rasional.
Berbeda dengan mu’jizat pissi,
mu’jizat ma’nawi bersifat universal dan eternal (abadi), yakni berlaku
untuk semua umat manusia sampai akhir zaman.
4. Pengertian
I’jazul Qur’an
Jika kata mu’jizat dilekatkan
dengan kitab suci Al-Qur’an, ia bisa memiliki dua konotasi. Pertama,
lemahnya manusia untuk merumuskan suatu ungkapan atau kalimat yang dapat
menandingi ayat-ayat Al-Qur’an, baik secara individual maupun secara kolektif. Kedua,
ia mempunyai sifat menantang manusia dan jin untuk membuat semacam Al-Qur’an,
sampai munculnya kesadaran mereka untuk mengakui kelemahan diri sendiri ketika
berhadapan dengan ayat-ayat Al-Qur’an.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
yang dimaksud i’jazul Qur’an adalah menetapkan kelemahan manusia dan jin
baik secara individual maupun kolektif untuk mendatangkan semisal Al-Qur’an.
Mu’jizat Al-Qur’an bertujuan untuk
menumbuhkan kesadaran pada manusia bahwa Al-Qur’an adalah wahyu Allah Swt. dan
sekaligus merupakan bukti kerasulan Muhammad Saw.
Dalam hal ini Imam al-Suyuti,
sebagaimana dikutip oleh Dr. Syahrin Harahap, MA., mengungkapkan bahwa :
“Adanya i’jaz Al-Qur’an itu ada
kaitannya dengan persepsi yang salah dari pihak orang Arab terhadapnya.
Sehingga Al-Qur’an memberi jawaban terhadap persepsi mereka yang keliru itu,
dengan cara nenawarkan agar mereka menunjukkan kekuatan argumentasi dan
kebenarannya. Akan tetapi orang Arab sama sekali tidak dapat membuktikan
kebenaran mereka, sementara Al-Qur’an secara meyakinkan menunjukkan
kebenarannya. Di sinilah letak i’jaz (kemu’jizatan) Al-Qur’an itu.”
5. Aspek-aspek
Kemu’jizatan Al-Qur’an
I’jaz
Al-Qur’an sesungguhnya terdapat dalam dirinya sendiri. Tegasnya kemu’jizatan
Al-Qur’an ada dalam kandungannya, bukan di luarnya. Jadi, kitab suci ini tidak
membutuhkan keterangan lain di luar dirinya untuk membuktikan bahwa ia adalah
mu’jizat terbesar Nabi Muhammad Saw.
Secara garis besar ada dua aspek
kemu’jizatan Al-Qur’an yaitu:
a. Gaya
Bahasa (Uslub)
Al-Qur’an mempunyai gaya bahasa yang
khas yang tidak dapat ditiru para sastrawan Arab sekalipun, karena susunan yang
indah yang berlainan dengan setiap susunan dalam bahasa Arab. Mereka melihat
Al-Qur’an memakai bahasa dan lafaz mereka, tetapi ia bukan puisi, prosa atau
syair dan mereka tidak mampu membuat seperti itu (meniru Al-Qur’an). Mereka
tidak pernah mampu untuk menandinginya dan putus asa lalu merenungkannya,
kemudian merasa kagum dan menerimanya, lalu sebagian masuk Islam. Contoh dalam
sejarah diterangkan bahwa Umar bin Khattab ra. menyatakan diri masuk Islam
setelah mendengar ayat-ayat pertama surat Thwha, dan masih banyak contoh
lainnya. Inilah bukti kemu’jizatan Al-Qur’an dari segi bahasanya.
Uslub
Al-Qur’an sangatlah indah. Keindahan uslub Al-Qur’an benar-benar telah membuat
orang-orang Arab dan atau luar Arab kagum dan terpesona. Di dalam Al-Qur’an
terkandung nilai-nilai istimewa di mana tidak akan terdapat dalam ucapan
manusia menyamai isi yang terkandung di dalamnya.
Al-Qur’an dalam uslubnya yang
menakjubkan mempunyai beberapa keistimewaan-keistimewaan, di antaranya :
1) Kelembutan
Al-Qur’an secara lafziah yang terdapat dalam susunan suara dan keindahan
bahasanya.
2) Keserasian
Al-Qur’an baik untuk awam maupun kaum cendekiawan, dalam arti bahwa semua orang
dapat merasakan keagungan dan keindahan Al-Qur’an
3) Sesuai
dengan akal dan perasaan, di mana Al-Qur’an memberikan doktrin pada akal dan
hati, serta merangkum kebenaran dan keindahan sekaligus
4) Keindahan
dalam kalimat serta beraneka ragam bentuknya, yaitu satu makna diungkapkan
dalam beberapa lafaz dan susunan yang bermacam-macam yang semuanya indah dan
halus
5) Al-Qur’an
mencakup dan memenuhi persyaratan antara bentuk global (ijmal) dan
bentuk yang terperinci (tafsil)
6) Dapat
dimengerti sekaligus dengan melihat segi yang tersurat (yang dikemukakan)
Disamping itu, hal lain yang dapat dicatat dari kemu’jizatan Al-Qur’an
dari aspek bahasa adalah ketelitian, kerapihan dan keseimbangan kata-kata yang
digunakannya. Hal itu dapat dilihat pada bukti-bukti sebagai berikut:
1) Ketelitian
dalam pengungkapan kata-kata
Suatu surat yang
diawali dengan huruf-huruf tertentu, di dalamnya selalu terdapat bahwa
huruf-huruf itu, dalam jumlah rata-rata, lebih banyak dan berulang jika
dibandingkan dengan huruf-huruf lainnya. Misalnya :
a) Dalam
surat Qaf, dapat ditemukan huruf qaf (ق) berulang-ulang dalam jumlah rata-rata
lebih banyak dari jumlah huruf lainnya. Jumlah rata-rata huruf qaf (ق) yang terbanyak di dalam surat Qaf
itu ternyata juga merupakan jumlah huruf qaf (ق) yang terbanyak pula dibandingkan dengan
jumlah huruf qaf (ق) yang terdapat di dalam surah-surah lainnya
dalam Al-Qur’an.
b) Demikian pula dengan huruf alif (ا), lam (ل) dan mim (م) yang mengawali surah al-Baqarah.
Jumlah masing-masing huruf tersebut ternyata lebih banyak daripada huruf-huruf
yang lain. Hal ini dapat dilihat sebagai berikut :
- Huruf alif ( ا ) berulang
sebanyak 4.592 kali
- Huruf lam ( ل ) berulang
sebanyak 3.204 kali
- Huruf mim ( م ) berulang
sebanyak 2.195 kali
c) Demikian halnya huruf alif (ا), lam (ل) dan mim (م) yang mengawali surah Ali ‘imrwn:
- Huruf alif ( ا ) berulang sebanyak 2.578
kali
- Huruf lam ( ل ) berulang sebanyak 1.885 kali
- Huruf mim ( م ) berulang
sebanyak 1.251 kali
d) Demikian halnya huruf alif (ا), lam (ل) dan mim (م) yang mengawali surah al-‘Ankabut :
- Huruf alif ( ا ) berulang
sebanyak 784 kali
- Huruf lam ( ل ) berulang
sebanyak 554 kali
- Huruf mim ( م ) berulang
sebanyak 344 kali
Dan masih banyak bukti
lainnya dalam surah-surah yang lain di dalam Al-Qur’an.
2) Keseimbangan
penggunaan kata-kata
Dalam Al-Qur’an terlihat pula
keseimbangan kata-kata yang digunakan
secara simetris, misalnya :
a) Kata اَلْحَيَاةُ berjumlah 145 kali, sama dengan kata اَلْمَوْتُ yang berjumlah 145 kali
b) Kata اَلدُّنْيَا berjumlah 115
kali, sama dengan kata اَلأَخِرَةُ yang berjumlah 115
kali
c) Kata مَلاَئِكَةٌ berjumlah 88 kali,
sama dengan kata شَيْطَانٌ yang berjumlah 88
kali
d) Kata نَصَائِبُ berjumlah 75 kali,
sama dengan kata شُكُوْرٌ yang berjumlah 75
kali
e) Kata زَكَاةٌ berjumlah 32 kali,
sama dengan kata بَرَكَةٌ yang berjumlah 32 kali
3) Misteri
angka 19
Pada sisi lain dapat dilihat pula
kerapihan penyusunan kata-kata itu pada angka 19, yakni jumlah huruf yang
terdapat pada kalimat basmalah. Kalimatبِسْمِ
اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ terdiri dari 19 huruf dan
setiap katanya terulang 19 kali dalam surah-surah Al-Qur’an, atau beberapa kali
kelipatan angka 19, dengan penjelasan sebagai berikut:
a) Kata اِسْم
berulang 19 kali di dalam Al-Qur’an
b)
Kata اللهِ berulang 2698 kali, itu berarti = 19 x 142
c) Kata الرَّحْمَنِ berulang 57 kali,
itu berarti = 19 x 3
d)
Kata الرَّحِيْمِ berulang 144 kali, itu berarti = 19 x 6
Disamping itu semua huruf terpisah yang
mengawali surah-surah (fawatihus-suwar) berulang dalam hasil jumlah kali
lipat angka 19. Perhatikan contoh-contoh berikut ini :
a)
Huruf qaf ( ق )dalam surah Qaf berulang 57 kali, berarti = 19 x 3
b) Huruf kaf ( ك ), ha’ ( ه ), ya’
( ي ), ‘ain
( ع ), dan shad (ص)yang mengawali
surah Maryam, berulang sebanyak 789 kali, berarti = 19 x 42
c) Huruf nun ( ن ) dalam
surah al-Qalam berulang sebanyak 133 kali, berarti = 19 x 7
d) Huruf ya ( ي ) dan
sin ( س ) yang
mengawali surah yasin, dalam surah tersebut berulang sebanyak 285 kali, berarti
= 19 x 15, dan sebagainya.
Ini membuktikan bahwa sedemikian rapi,
teliti dan seimbangnya huruf dan kata yang digunakan dalam Al-Qur’an.
- Isi
Kandungannya
Dilihat dari isi
kandungannya, kemu’jizatan Al-Qur’an dapat dilihat dari beberapa hal, yaitu :
1) Al-Qur’an
mengungkapkan berita-berita yang bersifat gaib.
Hal-hal yang bersifat ghaib yang
diungkap dalam Al-Qur’an dapat dipilah menjadi 2 (dua) yaitu :
Pertama,
berita menyangkut masa lalu. Sebagai contohnya: kisah Nabi Adam as., Nabi Nuh
as., Nabi Ibrahim as. dan Nabi Ismail as, Nabi Musa as. dan kisah lain di masa
lalu. Salah satu contoh lainnya sebagaimana diungkapkan dalam QS. Yynus [10]: 92
“Maka pada hari ini Kami
selamatkan jasadmu agar engkau dapat
menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang setelahmu, tetapi kebanyakan
manusia tidak mengindahkan tanda-tanda (kekuasaan) Kami.”.
(QS. Yynus [10] : 92)
Ayat tersebut menceritakan tentang
Fir'aun yang diawetkan dengan cara dibalsem, sehingga utuh sampai sekarang. Hal
itu bersifat ghaib, karena tidak ada orang yang mengenalnya. Akan tetapi berita
Al-Qur’an itu ternyata terbukti kebenarannya kemudian.
Kedua,
berita tentang peristiwa-peristiwa yang
akan terjadi baik di dunia maupun di akhirat, misalnya:
“Alif Lām Mim. Bangsa Romawi telah
dikalahkan, di negeri yang terdekat dan mereka setelah kekalahannya itu akan
menang.” (QS. ar- Ar-Rūm [30]: 1-3)
Ayat tersebut menceritakan tentang
kemenangan bangsa Romawi atas bangsa Persia. Padahal ketika ayat ini
diturunkan, belum terjadi peperangan yang dimaksudkan ayat tersebut. Akan
tetapi kebenaran berita itu terbukti sembilan tahun kemudian.
Berita ghaib menyangkut masa yang akan
terjadi lainnya, misalnya berita tentang kemenangan umat Islam dalam perang Badar
dijelaskan dalam QS. Al-Qamar [54]: 45, peristiwa Fathu Makkah
dijelaskan dalam QS. Al-Fath [48]: 27, dan sebagainya.
2) I’jazul
‘ilmi, yakni kemu’jizatan ilmu pengetahuan.
Al-Qur’an mengungkapkan isyarat-isyarat rumit terhadap ilmu pengetahuan sebelum
pengetahuan itu sendiri sanggup menemukannya. Kemudian terbukti bahwa Al-Qur’an
sama sekali tidak bertentangan dengan penemuan-penemuan baru yang didasarkan
pada penelitian ilmiah.
Hal ini seperti difirmankan Allah Swt.:
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka
tanda-tanda (kebesaran) Kami di segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri,
sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur'an itu adalah benar. Tidak cukupkah
(bagi kamu) bahwa Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?”
(QS. Fussilat [41]:53)
Banyak ayat Al-Qur’an yang mengungkapkan
isyarat tentang ilmu pengetahuan, seperti: terjadinya perkawinan dalam
tiap-tiap benda, perbedaan sidik jari manusia, berkurangnya oksigen di angkasa,
khasiat madu, asal kejadian alam semesta, penyerbukan dengan angin, dan masih
banyak lagi isyarat-isyarat ilmu pengetahuan yang bersifat potensial, yang
kemudian berkembang menjadi ilmu pengetahuan modern.
Salah satu isyarat ilmu pengetahuan
tersebut adalah mengenai perbedaan sidik jari manusia, firman Allah:
3. Apakah manusia mengira bahwa Kami tidak
akan mengumpulkan (kembali) tulang belulangnya?
4. (Bahkan) Kami mampu menyusun
(kembali) jari jemarinya dengan sempurna.
(QS. Al-Qiywmah [75] : 3-4)
3) Al-Qur’an
memberikan aturan hukum atau undang-undang yang bersifat universal, mencakup
segala urusan hidup dan kehidupan manusia.
Secara lebih rinci, Prof. Dr. H. Said
Husin al-Munawar, MA. memberikan rumusan mengenai aspek-aspek kemu’jizatan
Al-Qur’an sebagai berikut :
a. Susunan
bahasa yang sangat indah, berbeda dengan setiap susunan bahasa yang ada dalam
bahasa orang-orang Arab
b. Adanya
uslub yang luar biasa, berbeda
dengan semua uslub-uslub bahasa Arab
c. Sifat
agung yang tidak mungkin lagi seorang makhluk untuk mendatangkan hal yang
seperti Al-Qur’an
d. Bentuk
undang-undang yang detail dan sempurna yang melebihi setiap undang-undang
buatan manusia
e. Mengabarkan
hal-hal ghaib yang tidak bisa diketahui kecuali dengan wahyu
f. Tidak
bertentangan dengan pengetahuan-pengetahuan umum yang dipastikan kebenarannya
g. Menepati
janji dan ancaman yang telah dikabarkan di dalamnya
h. Memenuhi
segala kebutuhan manusia
i.
Berpengaruh kepada hati
pengikut dan musuh (orang yang menentangnya)
6. Perbedaan
Bentuk Mu’jizat Nabi Muhammad SAW. dengan Mu’jizat Nabi-Nabi Terdahulu
Dilihat dari aspek kemu’jizatannya,
Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. merupakan mu’jizat
ma’nawi, dimana untuk memahami dan mencapai kemu’jizatan Al-Qur’an harus
dengan menggunakan akal fikiran yang rasional dan kecerdasan hati. Al-Qur’an
adalah merupakan satu-satunya mu’jizat ma’nawi yang hanya diberikan
kepada Nabi Muhammad Saw. yang tidak dimiliki oleh para Nabi dan Rasul sebelum
beliau. Al-Qur’an adalah mu’jizat yang terbesar bagi Nabi Muhammad Saw. yang
berlaku kekal sampai akhir zaman kelak.
Di samping mu’jizat Al-Qur’an yang
bersifat ma’nawi, sebenarnya Nabi Muhammad Saw. juga diberi mu’jizat pissi.
Misalnya: jari-jari beliau bisa mengeluarkan air pada saat sahabat-sahabat
beliau kehausan, beliau bisa membelah bulan menjadi dua hanya dengan
menggunakan jari yang ditunjukkan ke bulan untuk memenuhi tantangan orang
kafir, dan masih ada beberapa mu’jizat pissi lainnya yang diberikan
Allah Swt. kepada beliau Saw.
Berbeda halnya dengan Nabi Muhammad Saw.
yang mendapat mu’jizat pissi dan ma’nawi, para Nabi dan Rasul
sebelum beliau umumnya mendapat mu’jizat pissi saja. Di dalam Al-Qur’an
banyak digambarkan mengenai mu’jizat-mu’jizat yang diberikan kepada para Nabi
dan Rasul terdahulu tersebut. Di antaranya adalah :
a. Mu’jizat Nabi Nuh as. berupa kemampuan untuk
membuat kapal yang sangat besar untuk menampung dan menyelamatkan kaum yang beriman dari banjir besar, padahal
saat itu sama sekali belum dikenal cara pembuatan kapal. Allah Swt. berfirman:
37. Dan buatlah
kapal itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami, dan janganlah engkau bicarakan dengan Aku
tentang orang-orang yang zalim. Sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan.
38. Dan mulailah dia
(Nuh) membuat kapal. Setiap kali pemimpin kaumnya berjalan melewatinya, mereka mengejeknya. Dia (Nuh) berkata, ”Jika kamu mengejek kami,
maka kami (pun) akan mengejekmu sebagaimana kamu mengejek (kami). (QS. Hyd [11]: 37-38)
b. Mu’jizat Nabi Ibrahim as. berupa keistimewaan
tidak hangus dibakar dalam api oleh raja Namruk. Hal ini digambarkan dalam QS.
al-Anbiyw’[21]: 68-69 sebagai berikut:
68. Mereka
berkata, ”Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak
berbuat.”
69. Kami (Allah)
berfirman, ”Wahai api! Jadilah
kamu dingin, dan penyelamat bagi Ibrahim!”
(QS. al-Anbiyw’[21]: 68-69)
c. Mu’jizat
Nabi Musa as. yaitu berupa tongkat yang dapat berubah menjadi ular besar untuk
mengalahkan tukang-tukang sihir Fir’aun yang menyihir tali menjadi ular-ular
kecil. Di samping itu tongkat beliau tersebut juga bisa menimbulkan 12 sumber
mata air yang memancar ketika dipukulkan kepada sebuah batu pada saat beliau
memohon air minum untuk kaumnya sebanyak 12 suku. Sebagaimana digambarkan dalam
QS. al-A’rwf [7]: 107 dan QS. al-Baqarah [2]: 60
“Lalu (Musa) melemparkan tongkatnya, tiba-tiba
tongkat itu menjadi ular besar yang sebenarnya.”
(QS.
al-A’rwf [7]: 107)
d. Mu’jizat
Nabi Dawud as. berupa kemampuan untuk melunakkan besi dengan tangan beliau,
sehingga bisa dibentuk sedemikian rupa menjadi baju besi dan senjata untuk
dapat mengalahkan raja Jalut. Hal ini dijelaskan dalam QS. Sabw’ [34]:10-11.
10. Dan sungguh, Telah Kami berikan kepada Dawud
karunia dari Kami. (Kami berfirman), ”Wahai
gunung-gunung dan burung-burung!
Bertasbihlah berulang-ulang bersama Dawud,” dan Kami telah melunakkan
besi untuknya,
11.
(yaitu) buatlah baju besi yang besar-besar dan ukurlah anyamannya; dan
kerjakanlah kebajikan. Sungguh, Aku Maha
Melihat apa yang kamu kerjakan.
(QS. Sabw’[34]:10-11)
e. Mu’jizat
Nabi Sulaiman as. berupa kemampuan untuk mendengar dan memahami bahasa
binatang, seperti burung hud-hud dan semut. Sebagaimana digambarkan dalam
QS.an-Naml [27]: 16-18.
16. Dan Sulaiman telah mewarisi Dawud, dan dia
(Sulaiman) berkata, ”Wahai manusia! Kami telah diajari bahasa burung dan kami
diberi segala sesuatu. Sungguh, (semua) ini benar-benar karunia yang nyata.”
17. Dan untuk Sulaiman dikumpulkan bala tentaranya dari jin, manusia
dan burung, lalu mereka berbaris dengan tertib.
18. Hingga ketika mereka sampai di lembah semut, berkatalah seekor
semut, ”Wahai semut-semut! Masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak
diinjak oleh Sulaiman dan bala tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari.”
(QS. an-Naml [27]:16-18)
f.
Mu’jizat Nabi Isa as. berupa kemampuan
untuk membuat burung dari tanah, menyembuhkan orang buta sejak lahir,
menyembuhkan penyakit sopak atau kusta, dan dapat menghidupkan orang yang sudah
mati atas izin Allah Swt. Seperti yang digambarkan dalam QS. Ali ‘Imrwn [3]: 49
“Dan sebagai Rasul kepada Bani Israil (dia
berkata), ”Aku telah datang kepada kamu dengan sebuah tanda (mukjizat) dari
Tuhanmu, yaitu aku membuatkan bagimu (sesuatu) dari tanah berbentuk seperti
burung, lalu aku meniupnya, maka ia menjadi seekor burung dengan izin Allah.
Dan aku menyembuhkan orang yang buta sejak dari lahir dan orang yang
berpenyakit kusta. Dan aku menghidupkan orang mati dengan izin Allah, dan aku
beritahukan kepadamu apa yang kamu makan dan apa yang kamu simpan di rumahmu.
Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat suatu tanda (kebenaran
kerasulanku) bagimu, jika kamu orang beriman.”
(QS.Ali ‘Imrwn [3]: 49)
Demikian beberapa ayat Al-Qur’an yang
menjelaskan tentang mu’jizat para Nabi dan Rasul sebelum Nabi Muhammad Saw.
yang kesemuanya berbentuk mu’jizat pissi.
7.
Keotentikan Al-Qur’an
Allah SWT. menegaskan akan
senantiasa menjaga atau memelihara kesucian, kemurniaan dan keotentikan kitab
suci Al-Qur’an. Hal ini dapat telah dijelaskan dalam QS.al-Hijr ayat 9.
“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan
Al-Qur'an, dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya.”
(QS. al-Hijr [15]: 9)
Sejak diturunkan hingga akhir zaman
kelak kemurnian dan kautentikan Al-Qur’an akan senantiasa terjaga. Hal ini
disebabkan karena kemu’jizatan yang terkandung di dalam Al-Qur’an itu sendiri,
baik dari aspek bahasa dan uslubnya maupun dari aspek isi kandungannya yang
memang terbukti tak satupun manusia yang dapat meniru atau mendatang
semisal-nya.
Dalam hal terjaganya kemurnian dan
keotentikan Al-Qur’an ini, Al-Qur’an mengajukan tantangan terutama kepada
orang-orang kafir dan siapapun yang meragukan kebenarannya. Mereka menuduh
bahwa Al-Qur’an hanyalah sejenis mantera-mantera tukang tenung dan kumpulan
syair-syair. Mereka mengira bahwa Al-Qur’an adalah karangan Nabi Muhammad
Saw. Tantangan Al-Qur’an diberikan
secara bertahap yakni sebagai berikut :
a.
Al-Qur’an menantang siapapun yang
meragukan kebenaran Al-Qur’an untuk mendatangkan semisalnya secara keseluruhan.
Hal ini terkandung dalam QS. at-gyr [52] ayat 33-34.
33. Ataukah mereka berkata, ”Dia (Muhammad) mereka-rekanya.” Tidak!
Merekalah yang tidak beriman.
34. Maka cobalah mereka membuat yang semisal
dengannya (Al-Qur'an) jika mereka orang-orang yang benar.
(QS. at- gyr [52]: 33-34)
Pada ayat lain ditegaskan bahwa
manusia (dan jin) tidak akan pernah mampu untuk mendatangkan semisal Al-Qur’an
secara keseluruhan. Sebagaimana ditegaskan dalam QS. al-Isra’ [17]: 88.
Katakanlah,
”Sesungguhnya jika
manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa (dengan) Al-Qur'an ini,
mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun mereka saling
membantu satu sama lain.”.
(QS.Al- Isrw’[17]: 88)
b.
Al-Qur’an menantang siapapun yang
meragukan kebenaran Al-Qur’an untuk mendatangkan 10 surah semisalnya. Hal ini
terkandung dalam QS. Hyd [11] ayat 13
Artinya: Bahkan mereka mengatakan, ”Dia (Muhammad) telah membuat-buat Al-Qur'an itu.” Katakanlah, ”(Kalau demikian), datangkanlah sepuluh surah semisal
dengannya (Al-Qur'an) yang dibuat-buat, dan ajaklah siapa saja di antara kamu
yang sanggup selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.” (QS. Hyd [11] ayat 13)
c.
Al-Qur’an menantang siapapun yang
meragukan kebenaran Al-Qur’an untuk mendatangkan satu surah saja semisal
Al-Qur’an. Hal ini terkandung dalam QS. al-Baqarah [2] ayat 23.
Artinya: “Dan jika kamu meragukan (Al-Qur'an) yang Kami turunkan kepada hamba
Kami (Muhammad), maka buatlah satu surah
semisal dengannya dan ajaklah penolong-penolongmu
selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar”. (QS.al-Baqarah
[2]: 23).
Dari ketiga tantangan tersebut
terbukti bahwa ternyata tidak ada yang dapat mendatangkan atau membuat yang
serupa dengan Al-Qur’an, karena memang Al-Qur’an bukan buatan manusia,
Al-Qur’an adalah wahyu Allah Swt.
Dari informasi sejarah juga telah
terbukti bahwa Al-Qur’an terjaga kemurniannya. Al-Qur’an tidak dapat
dipalsukan. Hal ini disebabkan karena banyak diantara umat Islam yang
menjaganya dengan kekuatan hafalan mereka. Dan ternyata kekuatan hafalan ini
pulalah yang menjadi jaminan penguat dalam menjaga kemurnian dan keotentikan
Al-Qur’an tersebut.
Al-Qur’an diturunkan selama lebih kurang
23 tahun secara berangsur-angur. Kala itu banyak sahabat Nabi Saw. yang
menghafal Al-Qur’an, di samping juga setiap kali turun ayat, maka ayat tersebut
ditulis dalam media yang sangat sederhana, seperti: tulang, batu, pelepah daun
kurma, kulit binatang, dan lain-lain. Sehingga pada masa khalifah Usman bin
‘Affan ra. Al-Qur’an dikodifikasi dalam bentuk mushaf, kekuatan hafalanlah yang
menjadi satu unsur terpenting dalam menjaga kemurnian dan keotentikan
Al-Qur’an. Singkatnya, kemurnian dan keotentikan Al-Qur’an terletak pada
kemu’jizatan Al-Qur’an yang tidak bisa ditiru oleh siapapun, dan adanya
kekuatan hafalan orang-orang Islam yang juga berperan dalam menjaga keotentikannya.
Sejarahpun telah membuktikannya.
Sumber : Mukarom Faisal Rosidin, dkk. 2013. AL-QUR’AN HADIS Untuk Kelas X Madrasah Aliyah IPA, IPS, Bahasa. Bandung: KEMENTERIAN AGAMA RI.
Banyak banget pa itu ditulis semua
BalasHapusTerima kasih kaka, sangat membantu, semoga tambah sukses kedepannya
BalasHapus